Hari Ibu Di Jalanan
Pulang kuliah, 15.40, metromini. Gerimis menyentak, setelah beberapa saat hujan turun deras berduyun-duyun mencumbui tanah. Percikan-percikan airnya seolah menunjukkan kebahagiaannya mampu menyentuh bumi, mampu mendekap apa yang kupijak. Melihat kemesraan mereka, memikirkan filosofi keduanya, membuatku mau tidak mau mengingat kamu. Tanah yang keras melembut ketika hujan memeluknya. Meskipun hujan bukan lagi milik kita, tetapi aku masih merasakan kamu di setiap tetesnya. Aroma tanah basah semakin menjebakku dalam kenangan yang kita ciptakan bersama hujan. Lalu secepat berkedip, gerimis mencairkan suasana. Ini bukan lagi tentang hujan, kamu dan kita. Aku berlari-lari kecil keluar dari gedung, menciptakan gerakan otomatis mengangkat sebelah tangan menutupi kepala. Langkah kakiku yang cepat menyibak-nyibakkan air dari genangan yang diciptakan hujan, menyisakan kenangan untuk tanah. Sesampainya di halte, aku membersihkan pakaian dengan sapuan-sapuan kecil tangan yang dingin. Hanya ger...