Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2014

Hanya Obrolan Senja

Gambar
Pemimpin visioner, bagaimana menurutmu? Kau bertanya denganku? Kau lihat rumput yang bergoyang itu? Lihat Apa mereka bisa bicara? Tidak Lalu kau lihat kursi yang sedang kau duduki itu? Lihat, bahkan aku bisa merasakan keras kayu jatinya. Nah! Apa dia sedang berbicara denganmu? Tidak. Mana mungkin kursi bisa bicara! Atau mungkin aku yang tidak mengerti kalau kursi ini sedang bicara padaku. Pandai kau! Lalu siapa lagi kalau bukan kau, satu-satunya orang yang ada di sini yang kuharapkan dapat memberikan jawaban atas pertanyaanku tadi. Hahaha Ah kawan lama, selalu saja kau sulit diajak berbicara serius Aaaaah kawan lama, selalu saja kau tidak mengenal sifatku. Santailah sedikit... Jangan kau takut-takuti senja, nanti mereka pergi. Kalau mereka pergi, hilang pula jingga. Lantas dengan apalagi aku mencumbu sore jika bukan bersama jingga. Ah, sudahlah hentikan puisimu itu. Aku ingin tahu pandanganmu tentang pertanyaanku tadi.

Kita dan Luka

Gambar
Cinta. Aku belum bisa lari kemana-mana selain untuk berbicara tentang-ini. Entah apa yang orang sebut tentang aku yang-belum-bisa-move-on, sedang aku sendiri dalam kebingungan bahwa memang apalagi yang bisa kulakukan setelah bisa-move-on selain kembali lagi berbicara tentang-ini dari sudut pandang yang berbeda. Dari mencari, menemukan, merasakan, melakukan, memikirkan, berjauhan, bahkan sampai ujung yang tidak pernah kudengar semua mengamini yaitu menyakiti, disakiti, dan pisah.  Cinta. Adalah perayaan atas tawa bahagia, sedih dan airmata. Adalah warna dalam gelap; kelabu dalam jingga, hitam dalam secuil putih yang terbentang dan abu-abu dalam biru yang luas. Adalah warna dalam terang; merah dalam pelangi dan jingga menyelimuti matahari. Adalah resah dalam jeda sementara; saat raga tak bersua, mata tak saling bicara, telinga lama tak mendengar desah, dan bibir tak saling merasa. Adalah gelisah dalam jarak. Adalah gunungan sabar dalam kelucuan amarah. Cinta. Bergerak ant

Penikmat Cinta Mereka.

Gambar
Untuk kalian yang satu, Untuk kalian yang membuat saya utuh, Rumah. Tempat semua kasih sayang melebur meski kau sedang hancur. Tempat yang tak menuntut dibagi cinta karena kau sedang bahagia. Tempat di mana senyum ibumu menjadi sarapan lezat yang bisa kau nikmati setiap hari, keringat ayah yang menjadi bekal makan siangmu di bawah terik, tawa pecah dan teriakan kakak-adikmu bagai tetesan air di pori-pori gurun pasir. Dan semuanya, perpaduan itu membuatmu kuat, membuatmu kenyang dan menjadi sumber energi bahkan ketika ragamu di luar dan tak kau temukan sesuap nasi di dunia yang selalu menyuguhkan kepolosan untukmu. Pada setiap rumah kau 'kan temukan fondasi keluarga. Itulah alasan kau akan pulang. Kau yang percaya jiwa lain di sampingmu adalah keluarga saat itulah kau sudah membangun sebuah rumah dan 1001 alasan untuk pulang. Ada saatnya kau jatuh, dan keluarga bukan untuk itu. Bukan untuk memberikan tangan atau bahunya, menolongmu. Bukan itu. Kau akan bangkit send

Can(rin)du.

Gambar
Rindu ini, Kuletakkan di mana-mana Di udara; setiap tarikan nafasmu Di bawah bantal; memuai dalam mimpi Setelah gelut panjang antara aku dan lelah Sedang mata yang egois tak ingin terpejam Di malam yang selalu saja mencumbui sunyi Sayup-sayup menjelma doa dan airmata. Dan kamu, Entah dalam nafasku yang memburu Atau di sana; pada jarak yang pengecut Dalam sibuk yang membawa kantuk Dalam gerah yang mencumbu lelah Dalam jenuh yang mengelupas amarah, Apapun dirimu, bagaimanapun pergerakanmu, Tak pernah sekalipun... Kau tepis rindu ini Hingga hilang segala kontra tentangmu Luruh bersama cintamu melulu Habiskan logikaku Bagaimana tidak? Kau jadikan bahagiamu adalah aku.

Rindu (me)nanti.

Gambar
Biarlah rindu ini meringkuk, malu-malu di dalam istana yang kusebut doa. sampai kau jemput nanti, pada waktu yang semestinya. tak usah takut dirimu kehilangan syahdunya. jika memang waktunya tiba, 'kan kau rasakan indahnya mengusapmu lembut, setingkat di bawah belaian ibu yang menyentuh nyaman saat kau sakit perut, saat kau hendak tidur dan saat kau mimpi buruk. Pipimu akan membulat, tak kuasa menahan bahagia yang hampir tumpah karena menerima rindu ini. Terlena hingga matamu terpejam karena rindu meniupkan kesejukkan hingga ke relung dada. Hangatnya hampir mengalahkan kecupan kening ayah sebagai pengantar tidur dan kasih sayangnya memanjakanmu bagai dongeng-dongeng yang lebur dalam suara ayah yang menenangkan. Hatimu penuh sesak akan cinta yang kau rasakan dari rindu yang bertubi-tubi memelukmu. Sebabkan percikan kembang api yang indah setara dengan riuh, tawa, dan cerita dari kakak dan adikmu yang tak pernah lekang dalam pagi dan pulangmu. Tetapi semuanya akan n