DEKAT


Sampai saat ini aku masih berusaha untuk melupakanmu, lebih kepada belajar ikhlas bahwa memang sampai kapanpun yang kusebut 'menyatu' sulit untuk kita bangun. Yang ingin kutanyakan adalah, sebenarnya apa kamu sudah ikhlas untuk aku lupakan ? Memang benar nyatanya kamu mengabaikanku.  Tapi apa tidak bisa kamu mengerti bahwa aku ini wanita. Kodrat wanita yang lebih dilihat banyak menggunakan perasaan dibandingkan logika. Itulah yang terkadang membuatku marah pada diri sendiri, kenapa jika itu kamu, aku tidak bisa menemukan perasaan dan logikaku dalam keadaan yang sejajar. Selalu saja perasaanku yang menggebu-gebu. Aku berprasangka buruk padamu. Memang kamu mungkin dalam tahap-niat-sekalipun tidak ingin mengingatku, tapi aku merasa kamu memaksaku untuk terus mengingatmu, dengan segala pergerakanmu. Kamu seolah menggunakan cara yang tidak kulihat untuk terus menyakiti perlahan-lahan dalam kerinduanku. Egois.

Aku bingung. Sebenarnya siapa melupakan siapa ? Aku merasa semesta mendukungmu untuk terus membuatku ujung-ujungnya kembali padamu. Tidak peduli bagaimana jarum jam berputar, detak jantungku menyatu dalam tempo tarikan nafasku, berdesak-desakkan, aku berlari, dan bagaimanapun lelahnya aku menghindar, pada akhirnya aku kembali padamu. Ragamu yang begitu dekat denganku, masuk dalam jarak maksimal pandanganku. Anehnya, hampir setiap situasi, apapun itu. Pada akhirnya kita selalu dekat, dan aku selalu berakhir kebingungan. Bagaimana bisa raga-wujud-fisik-kita-aku-dan-kamu berada dalam jarak yang bisa kusebut dekat, tapi kamu begitu intens-nya mengabaikanku! Aku sudah lelah dengan pengabaianmu, sudah kuterima segala kebisuanmu sama sepertiku yang mencintaimu dalam diam.

Tapi aku tidak bisa terima kamu menjadikanku kepingan-kepingan magnet yang bisa kamu tarik sesuka hati ke dalam medan magnetmu. Heran. Sekuat apapun aku menjauh, pada akhirnya kita selalu mendekat. Entahlah, aku atau kamu yang mendekat, logikaku sudah tidak mampu menangkap kebenaran yang terjadi di sekitar kita. Inilah yang membuatku sulit untuk melupakanmu. Ujung-ujungnya ke kamu lagi, kamu lagi, kamu lagi. Lelah, akhirnya aku marah dan menganggap kamulah penyebabnya. Kamu yang sengaja menebar pesona sehingga aku sulit untuk menerimamu sebagai sosok yang hanya bisa kulihat.

Komentar