SEKEDAR PENDAPAT
Awalnya bingung dan
heran dengan anak-anak muda zaman sekarang, yang berseragam sekolah ataupun
tidak, mungkin umurnya sekitar 13-17
tahun yang berbicara dengan menggunakan bahasa tidak manusiawi,
planetiawi saya menyebutnya. Hampir di setiap tempat yang saya kunjungi, pasti
samar-samar sering saya dengar kata-kata asing yang belum pernah saya dengar
sebelumnya. Awalnya saya pikir, mungkin itu bahasa luar, tapi lama-kelamaan
karena sering terdengar mengapa menjadi begitu risih di telinga. Sepertinya itu
bukan bahasa negara lain. Apa anda kenal dengan kata "perez",
"keles", "bingits" ? Dan saya terkejut ketika mengetahui
kalau kata-kata tersebut berasal dari bahasa ibu yaitu Indonesia. Mungkin kalau
"keles" yang berarti kali masih bisa saya toleran, begitupun dengan
"bingits" yang berarti banget. Tapi yang membuat saya bingung sampai
sekarang adalah bagaimana bisa kata "perez" berarti bohong?!? Jauh
sekali perbedaannya.
Semakin ke sini
semakin bisa saya terima kata-kata seperti itu. Lebih tepatnya menghargai
anak-anak muda zaman sekarang yang sebagian masih mau berkreativitas pada
tempatnya. Salah satunya yaitu kata-kata tersebut yang merupakan hasil
kreativitas mereka. Tidak bisa saya salahkan mereka sepenuhnya, apalagi dengan
kata-kata seperti ini mereka tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas yang
melanggar hukum. Jelas, mereka lebih keren dibanding dengan anak-anak muda yang
tawuran, menggunakan narkoba, minuman keras, dan sebagainya. Yang sedikit saya
sesalkan adalah mereka mengotak-atik bahasa ibu cenderung sembarang. Sebenarnya
hal ini sudah menunjukkan bahwa anak-anak muda tersebut memiliki kreativitas
dalam bermain dengan kata-kata. Tidak menutup kemungkinan, nantinya mereka akan menjadi penulis terkenal
yang akan meningkatkan martabat dan mengharumkan nama Indonesia di dunia
internasional.
Tetapi di sini,
mereka (re: anak-anak muda) perlu sedikit sentuhan dari para pendidik untuk
membantu mereka menemukan kreativitas yang benar-benar berseni sehingga
lahirlah kata-kata indah dan bermakna. Mereka butuh "akses" untuk
kreativitas mereka agar lebih terarah.
Mereka perlu "wadah" yang tepat dari pemerintah untuk
menumpahkan semua kata-kata yang mereka ciptakan. Siapa sangka, ke depannya,
mereka mahir bermain-main dengan majas dan segala 'tetek-bengek' bahasa
lainnya.
Komentar
Posting Komentar