KEMBALILAH...



Aku merasakan kehadiranmu. Meskipun kamu tak lagi menatapku dan menjauh. Aku tetap merasa kita masih ada. Meskipun tak kutemukan lagi sorot mata itu, yang teduh dan mampu membuatku nyaman, tak ingin pergi kemana-mana. Kamu tetap menjadi rumahku, tempat di mana aku kembali sejauh apapun ku pergi. Kamu tetap menjadi sebab rindu ini meskipun perpisahan terjadi. Perpisahan yang membuatmu tidak melihat semua isyaratku. Aku ingin kau kembali. Apa sekolot itu perasaanmu? Sampai tidak kau gunakan lagi logikamu dan buta terhadap realitas yang ada. Kamu masih bisa menjangkauku meskipun tidak pernah kau lakukan. Ayolah sayang, mengertilah duniamu luas, jangan sampai kamu persempit dengan gengsimu yang sekokoh gunung es. Perpisahan yang kita jalani sekarang kau anggap begitu sakral sampai kau takut melangkahinya. Seharusnya kamu mengerti sayang, ini hanyalah emosi sesaat. Kita hanya pasangan muda yang sedang dimabuk cinta, berbunga-bunga menebar wangi kemana-mana, cahayanya menyilaukan, sehangat mentari dan senyaman udara pagi yang menyejukkan.

Inilah kesalahan kita, langsung berdiri di puncak tanpa pernah merasakan bagaimana melangkah dari bawah. Sehingga kita tidak kuat dengan kerikil kecil yang menghalangi, langsung terjerembab dan terhempas ke bawah. Maka kita tak bisa mengelak jatuh ke dalam jurang perpisahan. Perpisahan ini hanya jeda, nyatanya perasaan kita saling bertautan, rindu kita saling bersahutan. Semuanya masih baik-baik saja. Hanya status yang kita lepaskan, tapi itu bukan berarti kita tidak bisa kembali bukan? Santailah sedikit sayang, jangan sampai kau sibuk membohongi diri sendiri. Tidak bisa kita pungkiri, tidak mudah menepis rindu yang tercipta dari genggaman tangan, tatapan lembut, pelukan hangat, tertawa lepas, konyol bersama, pembicaraan yang terucap, amarah yang meledak, nasihat dan dukungan semangat yang masih teringat. Semuanya setiap inci, detailnya masih membayangi kita. Aku hanya ingin kita kembali.

Aku menganggap perpisahan ini waktu untuk belajar, memulai lagi, melangkah dari bawah. Tak kusangka kamu menganggap ini semua takdirmu dan kau terpuruk di dalamnya. Aku kehilangan akal mencari cara membuatmu bangkit. Aku kehabisan cara bermain-main dengan isyarat untuk membuatmu kembali. Aku selalu bertanya tentang rindu ini. Dan… seperti biasa doa mendengar dan airmata menjawab. Aku mencari-cari di mana rangkulanmu yang sehangat dulu. Tak kutemukan lagi sampai senja datang berganti gelap seperti biasa kita dulu duduk berduaan. Kau ajakku ke atap gedung menikmati senja yang indah seolah senja yang lain tampak biasa saja. Aku rindukan kebersamaan itu. Tertawa lepas tanpa peduli ini pantas atau tidak, sesekali kau bidik kameramu, tak kau sia-siakan waktu untuk mengabadikan senja yang jingganya menyentuh kita. Kini ku duduk di tempat yang sama, sepi hanya ada aku, berharap kau datang untuk kembali mengabadikan senja dan kita...

Komentar