Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2014

Jadi Tak Biasa

Aku melangkah cepat, sebisa mungkin  tak menghabiskan waktuku di tempat ini. Delapan jam sudah membuatku muak dengan segala aktivitas yang selalu bisa kuprediksi setiap hari. Terkurung dalam kursi yang tak lebih besar dari tubuhku, memasang wajah lugu pada dosen yang tampak pengecut. Dosen yang bayangannya pun tak pernah berhasil ku bentuk dalam pikiranku, hanya sebaris nama absurd dengan segala gelar rapuh yang akan pecah ketika nanti menyentuh tanah. Hanya selirnya yang sibuk mengurusi kami seperti pengawal istana dengan tugas yang tak berjeda, me monoton i pikiran kami yang warna-warni. Ah, sudahlah... jangan sampai aku benar-benar muntah. Langkahku terbagi dengan kedua tangan yang sibuk merapikan isi tas, penat memaksaku tak perlu berbasa-basi lagi di dalam kelas.  Tapi itu semua tidak menganggu konsentrasi gravitasiku untuk menuju seseorang, yang kuharap bisa membuka mataku bahwa ada yang menyenangkan di balik kata bosan . Mungkin itu hanya perkiraanku. Tidak untuk hari ini,

Perkara Bangun Tidur

Pagi yang hampir habis menggelitik tengkukku hingga aku terbangun dan mendapati dirimu di ujung wajahku. Yang semula pipi menjamah dadamu kuganti dengan dagu demi melihat wajahmu utuh. Matamu mengerjap-ngerjap, mengalimatkan dilema pada bidadari dalam mimpi sedang mentari di ujung pagi memanggilmu. Aku memperhatikanmu lamat-lamat, menekuni setiap lengkung bibir dan alismu yang sahih ketika tersenyum pun tertawa. Sesekali kusentuh ujung rambutmu yang berantakan, kau menggeliat mendekapku membuatku kewalahan. Kau mengunci pergerakkanku dan aku terlena memperhatikan pulas pada wajahmu bak bayi lucu tanpa akhir, jenaka tak berdosa. Tak tampak beringas semalam yang membuat dingin berpeluh dan ritme nafas kita yang menyatu. Kau berikan merk-merk duniawi saat gelap menciumi pagi yang perawan di ambang batas. Aku mendaratkan kecupan bertubi-tubi, seperti rusa yang lari mati-matian dari singa dan dengan mata yang masih terpejam, kau tersadar. Kau sihir aku dengan lengkungan sabit yang kau

Tetap Teman

Pertemuan ini memang kejutan dari Tuhan. Perkenalan, PDKT-an sampai dua belas bulan. Aku tidak tau apa yang sudah berjalan ternyata tidak ada tujuan. Kita tetap teman. Enam bulan terakhir entah karena apa tiba-tiba kita berjauhan. Membuatku menerka-nerka jangan-jangan selama ini hanya aku yang berjuang sendirian. Akhirnya aku putuskan untuk menghilangkanmu dari pikiran, meski mustahil berhasil kulakukan. Mustahil untuk menghilangkan, mungkin lebih kepada melupakan. Melupakan apa yang dulu menjadi harapan sehingga sekarang aku sibuk mengurusi sakitnya ditinggalkan. Semesta mungkin mendukungku, semester tiga dengan jadwal yang berantakan dan tugas yang tak beraturan membuatku lambat laun melupakan semua yang telah kita ciptakan. Tatapan, genggaman, dekapan, belaian, dan semua yang telah kamu berikan. Meski berurai airmata, aku menyadari ini semua adalah realita yang harus kuterima. Kita tetap teman. Bahkan untuk menyebut 'teman' pun membingungkan. Tidak ada lagi percakapan,