Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2020

Ayo Berani Jadi Manusia

Kadang kesel dengan isi kepala sendiri. Kenapa nggak berhenti? Kaya penuh banget, pengen nangis tapi nggak bisa. Entah karena nggak mau atau udah terlalu capek buat nangis. Nggak bisa selalu buat orang lain bahagia, dan nggak harus. Bahkan buat diri sendiri bahagia aja susah. Nggak tau badan sendiri maunya apa, nggak ngerti. Pengen istirahat tapi kenapa nggak mau, kenapa pura-pura? Untuk siapa? Emang mau ngebuktiin apa sih? Buru-buru, sampe sesak napas, emang mau ke mana? Padahal bakalan sampe juga. Kalo takut harusnya minta ditemenin kan? Tapi kenapa malah menghindar? Patah hati kan wajar. Kalo lurus-lurus aja nggak seru. Nggak mau ngerasa bosen kan? Mau jadi manusia aja takut. Takut kalo nggak kuat, takut kalah, takut salah, takut nangis, takut kalo nggak bisa. Padahal gapapa… nggak harus semuanya bisa, nggak harus selalu kuat. Yakin udah jadi diri sendiri? Sesayang apa sih sama diri sendiri? Kapan terakhir kali bener-bener ketawa lepas?

2. 24

Tahun-tahun yang paling kubenci. Pertemuan yang kusesali. Dia tahu perasaanmu, tapi pura-pura tidak mengerti. Dia bilang tidak akan pernah meninggalkanmu, padahal ia sedang mencari. Kau sudah tahu bagaimana akhirnya, tapi terlalu bodoh untuk pergi. Apa segini saja kau memperlakukan hatimu sendiri? Mengingatnya saja sudah berat karena kau harus menyakiti diri sendiri berkali-kali. Kau tidak akan mendapatkan apa-apa dengan menyalahkan pertama kali. Pertama kali bertemu. Pertama kali saling berbicara. Pertama kali bertukar pesan singkat. Pertama kali mengkhawatirkannya. Pertama kali ingin melindunginya. Pertama kali menyadari bahwa ini takkan mudah. Kau menangis, dia takkan peduli. Merindukannya lebih berat dari perpisahan itu sendiri. Untuk apa meminta maaf, untuk apa melupakan. Dia bahkan bukan seseorang yang pernah kau miliki. Jangan ganggu dia lagi, ia juga sedang berjuang untuk membahagiakan wanitanya. Kenapa tidak kau temukan langkah sen

15. 47

Membencimu? Mana mungkin. Baru memulainya saja aku sudah merindukanmu berkali-kali. Ternyata setahun berlalu, puisi itu masih kamu. Betapa bodohnya, seharusnya aku mampu membencimu, tapi justru mengkhawatirkanmu. Aku menangis, kesal dengan diri sendiri. Bagaimana rasanya jadi seseorang yang selalu dikagumi? Mungkin biasa saja bagimu yang tidak tahu. Bebas saja tangan siapa yang ingin kau genggam, kepada siapa kau ingin jatuhkan pilihan. Lalu bagaimana denganku? Ingin pergi tapi tak bisa ke mana-mana. Katanya omong kosong jika rindu tapi tidak bertemu,  kenyataannya banyak rindu tidak tersampaikan kepada yang tidak terikat. Tanpamu, aku takut dengan segala yang ada di sekitarku. Apa hanya aku yang mengerti cinta di saat kau pergi? Kau bisa tertawa, melihat ke arah lain, menggenggam siapa saja yang kau pilih. Aku melalui hari-hari seperti orang gila. Selalu menangis ketika ingin tidur dan kembali menangis saat terbangun di pagi hari mengingatmu. Lupa rasanya air putih, apapun yan