KAMU TAHU SEDIHKU
Sampai saat ini kamu
masih menjadi penyebab rindu ini. Meskipun kita tak lagi sejalan, tak lagi
membangun mimpi yang sama, dan tertawa bersama perbedaan. Sampai saat ini kita
pun masih ada, meskipun kamu ada dan tak rasa. Sampai saat ini kamu masih menjadi
penyebab bibir ini kelu, hati ini pilu karena rindu yang tak kau sentuh semakin
menggebu dan jarak kian membeku. Sampai kapanpun mustahil untuk melupakanmu.
Hanya bisa menerima kamu masih ada, masih bisa kurasa meskipun hanya di dunia
maya. Aku tidak mengerti apa logikaku tak berfungsi atau perasaan ini yang
tidak terkendali. Atau jangan-jangan ini semua ilusi, sugesti apapun itu aku
sudah tidak peduli. Yang jelas kamu masih merasakan kehadiranku. Seperti pada
tulisanku sebelumnya, kamu masih menyapaku. Hanya dirimu yang mengerti aku,
bagaimana tingkahku ketika mengalami kesulitan yang tak berkesudahan,
menghadapi masalah yang sepertinya tiada ujung. Entah dari mana kamu tahu,
angin yang menyentuh tubuhmu atau udara yang kau hirup sehingga kamu bisa
merasakan bahwa di sini ada aku yang menunggu dan membutuhkanmu.
Hanya dirimu yang
memahami diri ini lelah tanpa berkeluh kesah. Inilah yang membuatku susah lupa
dan menganggap kita masih ada. Dengan caramu yang indah, mampu membuatku tetap
kuat dan dimanja. Entah bagaimana caramu membuatku mampu menghadapi semua yang
melelahkanku hanya dengan hadirmu. Meskipun itu hanya sapaan jauhmu. Kamu
selalu datang tepat di saat aku sudah kehabisan cara atas semua masalah. Aku
mengerti, dari semua barisan abjad basa-basi yang kau berikan, terselip
motivasi dan doa di dalamnya. Kamu masih menginginkanku tertawa, bebas dan
bahagia. Kamu menjadi penyemangatku hanya ketika tekanan semakin rumit
menghimpitku. Setelah aku sudah seperti biasa, kamu kembali menjauh. Belum
cukup jarak yang menjalar, kau antusias menghindar membuat semua rumit ini
semakin melebar. Aku sudah tidak peduli jika kau membatasi dirimu apalagi
menjadikan perbedaan sebagai alasannya. Aku sudah muak dengan segala kerumitan
perbedaan yang sampai saat ini masih
sulit untuk mengikhlaskannya.
Kamu hanya datang
menjadi penyemangatku, itupun tidak kutemui setiap saat kau begitu. Jangan
butakan perasaanku, kembalikan aku ke dalam logikaku. Aku tidak ingin pada
akhirnya mengambil jalan pintas menjadi lemah karena masalah sehingga kau bisa
hadir setiap saat. Apa harapanku terlalu tinggi jika kuinginkan komunikasi
seperti dulu. Kata-kata kasar yang menyemangati, ucapan basa-basi yang
memotivasi, dan obrolan ringan yang menenangkan. Apa sekarang harus bermimpi
dulu untuk menjadi temanmu? Jangan hanya menghibur ketika ku bersedih karena
aku akan kembali bersedih ketika kau pergi. Itu berarti memang kau harus
kembali. Tidak ada yang memulai untuk memperbaiki, lebih memilih merana
daripada mencairkan suasana. Aku tau, sebagai wanita, aku telah hidup di zaman
emansipasi. Tidak ada salahnya jika aku memulai duluan untuk membuat semuanya
kembali, tapi tetap saja aku tidak bisa, entah kebodohanku atau gengsi. Aku dan
kamu, kita, sama-sama pemalu, bingung untuk memulai, karena itu kita tetap
setia membisu saling menunggu. Padahal keduanya inginkan bertemu dan bermimpi
kembali menyatu.
Komentar
Posting Komentar