Ayah, kurindukanmu di Hari Ibu
Hi, ayah! Bagaimana
kabarmu? Aku percaya kau baik-baik saja. Dua tahun. Terasa waktu begitu cepat
berlalu, tapi tak jarang lain waktu aku merasakan waktu berjalan begitu lambat.
Sudah dua tahun aku tumbuh tak bersamamu. Tentu berbeda, tetapi aku percaya senyummu di atas sana memperhatikanku.
Cahayamu melalui bintang mengawasiku,
dan kau tetap melihatku di balik kedua bola mata calon bidadari
surga-mu, mama. Dalam setiap langkahku, aku percaya ada ayah yang searah
denganku. Tenang… kau tidak perlu khawatir ayah, aku tidak sedang mengetik
handphone di tengah jalan. Aku berada di kamar, daritadi bidadari surgamu sedang menyisiri rambutku, dan seperti biasa
sibuk bertanya ini-itu apa yang kulakukan dengan laptop ini yang dulu sering
juga ayah lakukan.
Semua berjalan
sebagaimana mestinya. Selalu menyenangkan. Aku masih berada di jalurmu,
menyelesaikan masalah dalam diam. Begitu tenangnya, sampai-sampai masalah tidak
tahu kalau aku sedang berusaha menyingkirkannya. Aku masih fans beratmu!
Menghadapi setiap masalah dengan tertawa riang, sampai-sampai masalah ketakutan
hingga lari dan menghilang sendirinya. Sungguh! Aku tidak apa-apa ayah. Aku
hanya ingin menyapamu hari ini. Hari ini cuacanya sedang hujan dan rintik
airnya mengusik rinduku yang diam hingga air mata mengalir lembut di wajahku
melebur bersama bayangmu. Ayah, maafkan aku melanggar nasihatmu untuk sehari
ini saja. Kau seringkali bilang tertawalah ketika mengingat ayah dan mama.
Maaf, untuk kali ini aku tak mematuhinya. Tapi setidaknya aku menghapus
airmataku sendiri seperti yang kau inginkan. " jadilah wanita kuat dan
mandiri, hapus airmata dengan tanganmu sendiri", yang sering kau ucapkan
sambil memberi makan ikan, peliharaan kesayanganmu.
Rasanya aneh
menyebutmu jauh, nyatanya memang fisik kita tak lagi berdekatan. Rasanya aneh
menyebutmu sudah pindah, menetap bersamaNya. Padahal memang suaramu tak bisa
lagi kudengar. Aneh memang menyebutmu sudah tak lagi ada, karena aku masih bisa
merasakanmu. Dalam hujan ada ayah, dalam setiap tarikan nafasku, ada ayah.
Ketika malam, aku bersamamu. Bahkan masih sering kutemui ayah dalam tatapan
bidadari surgamu, mama. Ayah… di sini sekarang sedang Hari Ibu. Apa ayah tidak
ingin titip salam lagi untuk bidadari-bidadari surga di rumah ini, mama dan
nenek. Seperti yang ayah lakukan dua tahun lalu…
"…"
"
Nak! Sudah kau ucapkan 'selamat Hari Ibu' untuk mamahmu?"
" Sudah yah, tadi lewat sms"
" Sudah yah, tadi lewat sms"
"
Bah! Bagaimana kau ini? Kasih sayang ibumu hanya kau hargai dengan layar
hape-mu yang tak sampai 5 centi itu ?!? Pulanglah dulu kau sebentar, ucapkan
langsung pada mamahmu"
"
Iya, iya. Nanti aku pulang…"
"
Jangan tunggu nanti, pulanglah kau cepat. Mamahmu tidak pernah menunggumu jauh
dulu baru dia sayang padamu."
"
Iya ayah, ini aku udah di jalan pulang"
"
Nah, begitu! Dengar nak, kasih sayang mamahmu itu nyata dan tak bisa dihitung.
Mana bisa kau hargai dengan sms yang bisa kau cek berapa habis pulsanya,
apalagi sekarang sms gratisan"
"
Haha ayah bisa saja."
"
Haha, apalagi dengan hape bututmu yang tak sampai sejengkal itu hah? Haha"
"
Ah, ayah, ngeledek nih… makanya beliin yang baru dong."
"
Makanya kau pulang, kau minta restu sama mamahmu biar kita semua mudah
rezeki…"
"
Haha. Oke, ayah. Pasti itu. "
"
Yaudah, bahaya telepon di jalan. Sampaikan juga 'selamat hari ibu' untuk
nenekmu dari ayah"
"
Berarti aku harus ke rumah nenek juga dong? Yaaaa ayaah, kan capek… kenapa
tidak ayah langsung saja …"
"
Ayah hari ini lembur, kalau nunggu pulang pasti nenekmu sudah tidur. Kau
ucapkanlah dulu sebentar,"
"
Iya iya, oke deh. Yaudah gih, sayang pulsanya lama-lama telepon"
"
Tak usah kau pikirkan pulsa ayah, pikirkan saja hape bututmu itu. Haha"
"
Ih tuh kan ayah ngeledek lagi…"
"…"
Dan, setelah itu tak
pernah kudengar lagi ucapan selamat hari ibu darimu. Malam sudah larut, dan
hampir menyentuh pagi. Mengantuk dan menyetir. Kau lucu ayah, mana bisa kau
lakukan kedua hal itu secara bersamaan. Ku kira ayah malas untuk kerumah nenek
mengucapkan selamat hari ibu, tapi ternyata aku salah. Justru akulah ucapan
selamat hari ibu dari ayah. Aku malu dengan diriku sendiri. Ternyata saat itu
nenek sedang sakit dan begitu merindukanku sebagai cucu satu-satunya, yang
justru menyayangiku dengan sikapku yang menyebalkan. Ayah sama denganku, atau
akulah yang mirip dengannya. Tidak suka berbasa-basi. Dia ingin menghibur nenek
dengan kehadiranku, tak perlu ucapan bertele-tele 'selamat hari ibu'. Entah
kudapat dari siapa sifat ketidakpekaanku ini. Terlambat mengerti maksud ayah.
Hujan sudah berhenti, begitupun yang di mata. Namun hujan menyisakan
genangan-genangan air, kenangan, begitupun di hati. Senang rasanya bisa
merayakan hari ibu bersamamu meskipun dalam dimensi yang berbeda. Ingin
bertemu, sesederhana itulah rindu. Begitupun dengan kita ayah, tunggu aku
seperti biasa, kita bertemu dalam doa.
Komentar
Posting Komentar