Postingan

Menampilkan postingan dari September, 2015

Perempuan Berinisial J

Gambar
Ini bukan perihal tanggal dan usia, jika keduanya tak lebih dari sekedar angka - angka biasa. Lalu apakah ada angka istimewa? Sekali lagi bukan perihal angka. Barangkali jadi lebih istimewa di balik semuanya. Meski begitu, kisah ini dibuka dengan sebuah angka. Coba deretkan angka 1 - 10, tentu untuk membuatnya istimewa, kau perlu ambil angka sempurna. 10. barangkali begitulah kita menyebutnya untuk kisah ini yang belum selesai menyeduh hari - hari yang akan tertinggal di dasar cangkir. 10 - sempurna. Kemudian coba kau deretkan abjad sampai 10. Barangkali begitulah kita menamai kisah ini. Perempuan Berinisial J. Dear perempuan, Kau dicintai, tentu saja. Tingkahmu serupa raksasa, lebih berharga dari dunia. Tak perlu raksa untuk membekukan jiwamu yang bebas pada hari - hari yang kau seduh dengan banyak gula. Bagiku kau sempurna, meski tak ada yang sempurna di dunia. Bagiku kau indah, lebih berharga dari semua cuaca. Selayaknya perempuan, kau punya banyak airmata, dan ka

Detik Yang Terlupakan

Gambar
Kau ialah senja pada bulan keenam, yang jingganya menyilaukan sampai ke dasar cangkir tehku yang tak tandas. Padamu, kuletakkan bisu di cawan pagi yang berusia. Kau menjelma rimba yang hijaunya menyejukkan - membuatku tersesat di detik keempat. Seandainya kau tahu, namamu adalah tepi dalam doa - doa yang kupanjatkan - menjelma semoga yang kuselipkan di antara ayat - ayat suci pada gelap pukul dua. Jika saja bisa kulakukan, akan kubawa pulang tatap mata pertama kali sebagai nikmat Tuhan yang tidak kudustai. Namun, aku tetaplah jarum detik pada jam dinding di kamarmu, yang tak pernah berhenti untuk menjangkaumu meski kau lebih memilih berlayar dari aktifitasku menjemput remah - remah roti. Kau membuatku mengelilingi isi kepalaku sendiri sebab kau tak pernah berikan jangkar untukku berlabuh. Kubiarkan bumi memilikimu. Kubiarkan kakimu menuju ke segala mimpimu yang tidak ku tahu. Mendakilah, berlarilah, merangkaklah, kayuh perahumu, berlayarlah. Bergeraklah sejauh yang

Sampai Bertemu Kembali

Gambar
Sebab kau ; Yang selalu membuatku terjaga hingga pukul satu pagi Yang namanya selalu tergenang dalam tengadah tangan pukul dua pagi Yang selalu kukirimkan rindu pukul tiga pagi Sehingga kau terbangun pukul empat pagi dan membasuh wajahmu untuk membalas doaku saat pukul lima pagi. Kemarilah. Luangkan waktumu sebentar untuk duduk di sampingku. Aku menunggumu di taman kampus depan fakultasku. Aku ada di bangku nomor tujuh, dengan sepatu berwarna coklat kayu dan bibir bergincu. Setidaknya begitulah bayanganku ketika waktu tak lagi punya alasan untuk menyembunyikan kita yang saling merindu. Nyatanya, kita hanya dua pasang mata yang malu - malu diantara gedung - gedung berwana putih susu, semarak dengan pintu dan decak kagum para sepatu. Taman ? Itu hanya sebuah mimpi pukul tujuh pagi yang selalu berputar - putar dalam kepala wanita yang duduk di angkutan umum jingga biru, sedang dirimu berjuang di atas motor dengan sepatu ungu dan kaus kaki birumu. Nanti, ada saat d

Tidak Kemana - Mana

Gambar
Ya Allah... NikmatMu telah banyak kudustai. Syukurku tak setebal kertas putih dan bibir - bibir mungil yang bersimpuh di siang hari. Sakitku adalah cahaya yang menjelma di atas para tawa yang selama beberapa hari ini kusejajarkan dengan kealpaanku memelukMu setiap hari. Namun Kau tak pernah pergi. Meski tangan kotor ini menyia - nyiakan doa yang tak pernah kuamini setiap pukul dua pagi. Meski kelalaianku untuk rendah hati nyatanya berdosis lebih tinggi dibandingkan diri ini membaca ayat - ayat suci saat senja datang kembali. Engkau masih memelukku. Saat bulan menangis ditinggalkan matahari pukul tujuh pagi. Saat kaki - kaki ini mengisyaratkan ada kehidupan lain di ujung bumi. Saat kesombongan demi kesombongan mulai menebal di sekujur bumi yang mulai ringkih. Ya Allah... Engkau masih di sini dan tak pernah pergi Seperti malam ini, di tengah - tengah ketidakberdayaan hamba - hambaMu, di antara punggung - punggung yang lupa berserah diri, di atas dunia yang menc

LDR

Gambar
Sudah sejauh mana kau melangkah? Ada surat yang kutitipkan di bawah sepatumu. Kian hari kian terkikis seiring rindu yang tak pernah kau tepis. Kau tak pernah berikan jeda untuk setiap malam yang kita habiskan bersama. Aroma tanah basah adalah pelukanmu yang menghangatkan di kala hujan. Berlembar - lembar doa kau letakkan di bawah pintuku hingga ketika senja mengisiku dengan lelah, aku akan pulang dengan seutas senyum yang seharusnya kau miliki saat itu juga. Tetapi aku hanya berdiri di balik pintu, mengingat suaramu ketika ingin dipeluk. Kau titipkan rasa cemburu kepada angin pagi yang mengecup wajahku segera setelah jendela ku buka. Percayalah, kau masih memelukku di sini. Terkadang aku kembalikan rasa cemburu itu bahkan lebih banyak daripada yang kau kirim, hingga kau harus menghela napas berkali - kali untuk menenangkanku. Entah kau belajar darimana, kau punya jurus jitu untuk membuatku kuat menghadapi ratusan angka di depan kita. Di lain hari, dering telepon tak ubahny

Tidak Sengaja Bertemu

Gambar
Mungkin kau salah satunya. Indah yang harus kunikmati dalam hening. Indah dalam ketidakterjangkauannya. Begitulah, aku menarik kesimpulan. Tergesa - gesa dalam kebingungan antara rindu dan juga keinginan untuk memukul. Ya! Memukul wajahmu. Aku mahasiswa tingkat akhir, kaupun begitu. Haruskah kau hadir saat ini? Tak bisakah kau menunggu lebih lama? Lima tahun ke depan mungkin. Tak bisakah kau biarkan aku fokus terlebih dahulu? Ya, fokus memikirkanmu! Entahlah tugasku sudah tak mengerti lagi sampai dimana.  Dan setiap kali memikirkanmu, kembali berputar memori dimana pertama kali kita bertemu seperti film yang kuputar berulang - ulang. Papan mading, lorong yang gelap, kelas yang sudah sepi, sisa - sisa senja yang masuk melalui jendela, sinar lampu di ujung tangga, dan kita berdua... Sebenarnya kita tidak benar - benar bertemu. Aku tidak mengerti bagaimana kau mengartikan sebuah pertemuan jika saat itu kita berhadapan dalam ketiadaan cahaya. Karena bagiku, menikmati cahaya