Tidurlah, Sayang
malam... larutnya
menunggumu lelap, memeluk nyenyak. tidurlah...pagi hangat menunggu senyummu.
Jangan sampai mentari mengabaikanmu seperti yang kamu lakukan kepadaku hanya
karena kamu sakit. Ketika kamu sakit, akan ada seseorang yang rela membagi dua
pikirannya, memikirkan kamu dan memikirkan dirinya sendiri yang berjuang untuk
masa depannya, berlagak kuat seperti elang dalam pendidikannya. Padahal banyak
kekhawatirannya yang tumpah dalam keletihannya, banyak perhatiannya yang
terabaikan, terbuang, tak terjamah, dan terpaksa terpendam. Tak berkutik karena
jarak membunuhnya. Lalu harus bagaimana menyampaikan kekhawatiran ini,
perhatian ini ? Yang bersatu bersama ketulusan ingin merawatmu, memapahmu untuk
berdiri, kalau nyatanya berantakan dalam hati dan pikirannya. Hanya itu, tak
terungkap. Maka dari itu, ayolah~ jaga kesehatanmu.
Perempuan itu, di
sini, aku tak ingin lebih dan lebih lagi melalui hari seperti orang bodoh.
Ingin menjadi dokter ataupun suster tanpa pasien. Cukup jarak yang menjadi
antagonis di antara kita. Jangan panggil kekhawatiranku untukmu jika kamu
sakit. Miris. Mungkin inilah bentuk kebencianku pada sifatmu yang sering tidur
begitu larut. Mungkin inilah sepintas bentuk perhatianku yang tak pernah kau
tangkap. Mungkin inilah secuil ucapan selamat tidur untuk kamu yang nihil
kenyataannya.
Hanya tulisan,
lagi-lagi lewat tulisan. Abjad-abjad kosong yang tak pernah kamu baca. Tak
pernah kamu rasakan begitu dalam maknanya. Hanya untuk seseorang yang kusebut
kamu. Iya, kamu! Yang sampai saat ini tak pernah kutahu apakah kamu
mengingatku. Walau hanya setetes airmataku, seukir senyumanku, sekali tarikan
nafasku bahkan sebaris pendek namaku.
Bagaimana? Apa sudah hilang, kosong seperti tulisan tak terbaca ini yang dibuat
untuk seseorang, kamu. Sudah… tidurlah~
Komentar
Posting Komentar