MAKALAH AGAMA AKHLAK DAN TASAWUF


BAB II
PEMBAHASAN

          2.1   Definisi Akhlak, Moral, dan Etika

Etika adalah sebuah tatanan perilaku berdasarkan suatu sistem tata nilai suatu masyarakat tertentu. Etika lebih banyak dikaitkan dengan ilmu atau filsafat. Oleh karena itu, yang menjadi standar baik dan buruk adalah akal manusia.

Sementara moral secara etimologis berasal dari bahasa Latin mores, kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan,susila. Dalam hal ini yang dimaksud dengan adat kebiasaan adalah tindakan manusia yang sesuai dengan ide-ide umum yang diterima masyarakat, mana yang baik dan wajar. Oleh karena itu dapat dikatakan juga moral adalah perilaku yang sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu.

Sedangkan kata akhlaq merupakan bentuk jamak dari kata khuluq, yang secara etimologis artinya budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabi’at. Sedangkan secara terminologis akhlaq adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terbaik dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin. Menurut Rahmad Djatnika, adat(kebiasaan) adalah perbuatan yang diulang-ulang. Ada dua syarat agar sesuatu bisa dikatakan sebagai kebiasaan, yakni:
1.      Adanya kecendrungan hati kepadanya;
2.      Adanya pengulangan yang cukup banyak, sehingga mudah mengerjakan tanpa
            memerlukan pikiran lagi.

Adapun yang dimaksud kehendak (iradah) adalah kemenangan dari keinginan setelah mengalami kebimbangan. Proses terjadinya iradah adalah:
1.      Timbulnya keinginan setelah ada stimulus melalui indera;
2.      Timbulnya kebimbangan, antara mana yang harus dipilih atau didahulukan di antara sekian banyak pilihan;
3.      Mengambil keputusan atau menentukan keinginan yang dipilih.
           
Melihat uraian diatas, maka mengartikan akhlak dengan kehendak (iradah) yang dibiasakan, dapat diterima. Keinginan yang di ambil setelah mengalami kebimbangan disebut irada (kehendak). Jika kehendak dibiasakan, diulang-ulang sampai beberapa kali, sehingga tanpa berfikir lebih dahulu, ia selalu memilih shalat setiap terjadi hal-hal yang demikian, maka itu disebut aklak.

2.2  Karakteristik Etika Dalam Islam

Berbeda dengan etika filsafat, etika islam mempunyai karakteristik sebagai berikut:
1.      Etika islam mengajarkan dan menuntun manusia pada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk;
2.      Etika islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral, ukuran baik buruknya perbuatan, didasarkan pada ajaran Allah Swt;
3.      Etika islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima dan dijadikan pedoman oleh seluruh umat manusia disegala waktu dan tempat;
4.      Etika islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia.

2.3  Korelasi Tasawuf dengan Akhlak
                                                                                                                
Tasawuf adalah proses pendekatan diri pada tuhan dengan cara mensucikan hati sesuci-sucinya. Tuhan Yang Maha suci tidak dapat didekati kecuali oleh orang yang suci hatinya. Cara bagaimana mensucikan hati dijelaskan dalam ilmu tasawuf. Dalam pengalamannya tasawuf tidak dapat lepas dari fiqih, sebab fiqih merupakan aspek zhahir ajaran islam, sedang tasawuf merupakan aspek batinnya.

2.4  Latar Belakang munculnya Tasawuf

Munculnya aliran tasawuf dalam islam para ahli berbeda pendapat, ada yang mengatakan tasawuf muncul sesudah umat islam mempunyai kontak atau hubungan dengan filsafat Yunani, agama kristen, agama hindu, dan buda. Itu sebabnya muncul anggapan bahwa aliran tasawuf lahir atas pengaruh dari luar islam. Pendapat ini terjadi pro dan kontra. Karena dalam sejarah kehidupan Rasul ternyata mengandung nilai-nilai sufisme. Bila ditelusuri, justru banyak ayat dan hadis serta perilaku Rasulullah SAW yang sama dengan nilai-nilai yang ada dalam tasawuf. Tasawuf berkembang dengan dua factor, yaitu eksternal dan internal.

Faktor Eksternal
1.      Falsafat Mistik Pytagoras yang berpendapat bahwa ruh manusia bersifat kekal dan berada di dunia sebagai orang asing.
2.      Falsafat Emansi Plotinus yang mengatakan bahwa wujud ini memancar dari zat Tuhan Yang Maha Esa. Ruh berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan.
3.      Ajaran Budha dengan faham nirwananya. Untuk mencapai nirwana, orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi.
4.      Ajaran Hindu juga mendorong manusia untuk meninggalkan dunia dan mendekati Tuhan untuk mencapai  persatuan Atman dan Brahman.
5.      Ajaran Nasrani tentang rahib-rahib yang mengasingkan diri (khalwat) dari kehidupan dunia. Atas dasar ini zuhud dalam Islam dipengaruhi oleh cara hidup rahib-rahib Kristen ini.

Faktor Internal
Dalam ajaran agama Islam itu sendiri dapat ditemukan ayat-ayat tertentu yang dapat membawa pada paham tasawuf. Demikian juga perilaku nabi Muhammad saw.dalam perjalanan hidupnya sarat dengan nilai-nilai sufisme. Jadi, berkembangnya tasawuf dalam dunia Islam adalah karena ajaran Islam memberi tempat bagi pengembangan sifat-sifat yang baik seperti seseorang yang bertaubat atas segala dosa, berperilaku wara’, hidup zuhud, fakir, shabar, tawakkal dan ridha atas segala apa yang diberikan Allah kepada kita dalam kehidupan ini. Hakekat tasawuf adalah mendekatkan diri kepada Tuhan. Tuhan, memang sangat dekat dengan manusia. Tentang dekatnya Tuhan, digambarkan oleh ayat berikut : “Timur dan Barat kepunyaan Allah, maka kemana saja kamu berpaling, maka disitu ada wajah Tuhan (QS. Al-Baqarah, 2 : 115) Ayat ini mengandung arti bahwa dimana saja kamu berada Tuhan dapat dijumpai. Tuhan begitu dekat, dan kaum sufi tidak perlu pergi jauh-jauh untuk menjumpainya. Sebegitu dekatnya Tuhan dengan Manusia, sampai menyatu dengan urat lehernya sendiri.

2.5  Korelasi antara Akhlak dan Tasawuf

Ilmu tasawwuf pada umumnya dibagi menjadi tiga, pertama tasawwuf falsafi, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan rasio atau akal pikiran, tasawwuf model ini menggunakan bahan – bahan kajian atau pemikiran dari para tasawwuf, baik menyangkut filsafat tentang Tuhan manusia dan sebagainnya. Kedua, tasawwuf akhlaki, yakni tasawwuf  yang menggunakan pendekatan akhlak. Tahapan – tahapannya terdiri dari takhalli  (mengosongkan diri dari akhlak yang buruk), tahalli  (menghiasinya dengan akhlak yang terpuji), dan tajalli(terbukanya dinding penghalang [hijab] yang membatasi manusia dengan Tuhan, sehingga Nur Illahi tampak jelas padanya). Dan ketiga, tasawwuf amali, yakni tasawwuf yang menggunakan pendekatan amaliyah atau wirid, kemudian hal itu muncul dalam tharikat.

Sebenarnya, tiga macam tasawwuf tadi punya tujuan yang sama, yaitu sama – sama mendekatkan diri kepada Allah dengan cara membersihkan diri dari perbuatan yang tercela dan menghiasi diri dengan perbuatan yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah), karena itu untuk menuju wilayah tasawwuf, seseorang harus mempunyai akhlak yang mulia berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertasawwuf pada hakekatnya adalah melakukan serangkaian ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Ibadah itu sendiri sangat berkaitan erat dengan akhlak. Menurut Harun Nasution, mempelajari tasawwuf sangat erat kaitannya dengan Al-Quran dan Al-Sunnah yang mementingkan akhlak. Cara beribadah kaum sufi biasanya berimplikasi kepada pembinaan akhlak yang mulia, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Di kalangan kaum sufi dikenal istilah altakhalluq bi akhlaqillah, yaitu berbudi pekerti dengan budi pekerti Allah, atau juga istilah al-ittishaf bi sifatillah, yaitu mensifati diri dengan sifat – sifat yang dimiliki oleh Allah.

Ada pandangan lain mengenai kaitan tasawuf dengan akhlak, yaitu bahwa orang yang suci hatinya (sufi) akan tercermin dalam air muka dan perilakunya yang baik (akhlak mahmudah). Agar seorang mukmin memiliki akhlak yang baik (akhlak mahmudah) caranya adalah dengan mengamalkan tasawuf secara sistematis, yaitu ada al-wajibaat (melaksanakan semua kewajiban), al-naafilaat (melaksanakan yang sunat-sunat), dan al-riyaadlooh (latihan spiritual). Riyadhoh dalam tasawuf adalah dzikir (mengingat tuhan).

Jadi akhlak merupakan bagian dari tasawwuf akhlaqi, yang merupakan salah satu ajaran dari tasawwuf, dan yang terpenting dari ajaran tasawwuf akhlaki adalah mengisi kalbu (hati) dengan sifat khauf yaitu merasa khawatir terhadap siksaan Allah. Kemudian, dilihat dari amalan serta jenis ilmu yang dipelajari dalam tasawwuf amali, ada dua macam hal yang disebut ilmu lahir dan ilmu batin yang terdiri dari empat kelompok, yaitu syariat, tharikat, hakikat, dan ma`rifat.  


2.6  Fenomena Tasawuf dan Tarekat di Indonesia
Melihat perkembangan Islam di Asia Tenggara; Indonesia, Malaysia dan lainnya sepuluh tahun belakangan, salah satu pertanda paling mencolok adalah perhatian pada tasawuf di samping segi sosial-politik Islam yang seringkali kontroversial. Kalau kita memperhatikan laporan media-massa, kita akan mendapatkan betapa sering muncul laporan mengenai perkembangan tasawuf itu, seolah-olah ada kecenderungan baru cara keberagaman masyarakat yang beralih ke cara Sufistik.

Demikian yang sedang merebak adalah sufi perkotaan. Fenomena baru itu terjadi karena makin banyak santri-santri kota yang kian gemar mempelajari agama Islam. Secara historis, aktivitas tersebut merupakan pemodernan dari gerakan tasawuf sebelumnya. Dengan kata lain, orang ingin mempelajari tasawuf secara sungguh-sungguh dan tak lagi menganggap sesuatu yang kerap dipandang sebagai kekunoan, itu sebagai kajian di luar Islam.

Sesederhana apa pun, aktivitas ketasawufan di perkotaan bisa dianggap sebagai kebangkitan tasawuf. Itu karena masyarakat jenuh pada ibadah-ibadah yang hanya mengejar legalisme dan formalisme. Ke tak inginan hidup dalam kehampaan spiritual, kehilangan visi keilahian, dan kerusakan moralitas juga turut mendorong kebangkitan tasawuf di perkotaan. Namun, segala sesuatu ada sejarahnya. Tasawuf sebenarnya muncul sebagai solusi krisis. Pertamakali tasawuf muncul di dunia islam, ketika dunia Islam dilanda oleh materialisme, pada generasi tabi'in diperiode Umayah. Ketika materialisme melanda tabi'in, maka munculah Hasan al Basri yang menawarkan paradigma lain, lahir berikutnya al Gazali dan lain sebagainya.

Jadi setiap kali ada krisis, akan muncul sufisme. Di Indonesia juga begitu, ketika krisis melanda Indonesia 1997, maka fenomena tasawuf menjadi luar biasa, buku tasawuf dan majalah semacam Cahaya Sufi ini laku keras yang dibarengi dengan kemunculan Arifin Ilham, AA Gym, Ary Ginanjar, Amin Syukur dan masih banyak nama lain pengusung tasawuf. Semua itu berangkat dari kebutuhan psikologis secara massal.
Akan tetapi perlu ditegaskan bahwa mereka yang meminati tasawuf sekarang ini masih baru dalam kerangka defensif saja. Mereka galau menjalani realitas kehidupan, kemudian mereka menemukan tasawuf dan merasa cocok dengan tasawuf karena tasawuf dirasa memberi solusi yang mereka cari selama ini.

Jangankan kita umat Islam, psikolog-psikolog Barat sekarang ini banyak yang masuk ke wilayah kecerdasan spiritual, yang sebenarnya merupakan wilayah tasawuf. Tapi karena pengaruh budaya sekuler, kecerdasan spiritual yang mereka miliki hanya melayang-layang saja dan tidak akan pernah menukik menyelesaikan masalah.

2.7  Munculnya Tasawuf modern/ Neosufisme
Tasawuf adalah istilah yang sama sekali tidak dikenal di zaman para sahabat radhiyallahu ‘anhum bahkan tidak dikenal di zaman tiga generasi yang utama (generasi sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in). Istilah ini baru muncul sesudah zaman tiga generasi ini. Abdul Hasan Al Fusyandi mengatakan, "Pada zaman Rasulullah saw, tasawuf ada realitasnya, tetapi tidak ada namanya. Dan sekarang, ia hanyalah sekedar nama, tetapi tidak ada realitasnya." Ilmu tasawwuf menurut Ibn Khaldun merupakan ilmu yang lahir kemudian dalam Islam, karena sejak masa awalnya para sahabat dan tabiin serta generasi berikutnya telah memilih jalan hidayah (berpegang kepada ajaran Al-Quran dan Sunnah Nabi) dalam kehidupannya, gemar beribadah, berdzikir dan aktifitas rohani lainnya dalam hidupnya. Akan tetapi setelah banyak orang islam berkecimpung dalam mengejar kemewahan hidup duniawi pada abad kedua dan sesudahnya, maka orang-orang mengarahkan hidupnya kepada ibadat disebut suffiyah dan mutasawwifin. Insan pilihan inilah kemudian yang mengembangkan dan mengamalkan tasawwuf sehingga diadopsi pemikirannya sampai sekarang ini.

Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, “Adapun lafazh “Shufiyyah”, lafazh ini tidak dikenal di kalangan tiga generasi yang utama. Lafazh ini baru dikenal dan dibicarakan setelah tiga generasi tersebut, dan telah dinukil dari beberapa orang imam dan syaikh yang membicarakan lafazh ini, seperti Imam Ahmad bin Hambal, Abu Sulaiman Ad Darani dan yang lainnya, dan juga diriwayatkan dari Sufyan Ats Tsauri bahwasanya beliau membicarakan lafazh ini, dan ada juga yang meriwayatkan dari Hasan Al Bashri.” 

Pernyataan ulama dari kalangan tabi'in ini bisa menjadi acuan bagi kita. Memang benar, tidak ada istilah tasawuf pada zaman Rasulullah saw. Namun, realitasnya ada dalam kehidupan dan ajaran Rasulullah saw, seperti sikap Zuhud, Wara’ , Qona'ah, Taubat, Ridho, Sabar, dll. Kumpulan dari sikap-sikap mulia seperti ini dirangkum dalam sebuah nama yaitu Tasawuf.
Kelahiran tasawuf memiliki banyak fersi. Secara historis, yang pertama kali menggunakan istilah tasawuf adalah seorang zahid (acsetic) yang bernama Abu Hasyim Al-Kufi dari Irak (w.150 H). Ada anggapan bahwa lahirnya ilmu tasawwuf bukan bersamaan dengan lahirnya Islam, tetapi lahirnya tasawuf itu merupakan perpaduan dari bebagai ajaran agama. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah menyebutkan bahwa mula-mula munculnya sufisme adalah dari Basrah di Irak. Di Basrah terjadi sikap berlebih-lebihan dalam kezuhudan dan ibadah yang tidak pernah ada di kalangan semua warga kota lainnya. 

Ibnul Jauzi mengemukakan istilah sufi muncul sebelum tahun 200H. Ketika pertama kali muncul banyak orang yang membicarakannya dengan berbagai ungkapan. Alhasil, tasawuf dalam pandangan mereka merupakan latihan jiwa dan usaha mencegah tabiat dari akhlak-akhlak yang hina lalu membawanya ke akhlak yang baik, hingga mendatangkan pujian di dunia dan pahala di akherat.

BAB III
KESIMPULAN

Tasawuf adalah perjalanan menuju Tuhan melalui penyucian jiwa yang dilakukan dengan intensifikasi dzikrullah. Tarekat adalah beramal dengan syariat Islam secara azimah (memilih yang berat walau ada yang ringan, seperti rokok ada yang berpendapat haram dan makruh, maka lebih memilih yang haram) dengan mengerjakan semua perintah baik yang wajib atau sunah; meninggalkan larangan baik yang haram atau makruh bahkan menjauhi hal-hal yang mubah (boleh secara syariat) yang sia-sia (tidak bernilai manfaat; minimal manfaat duniawiah) yang semuanya ini dengan bimbingan dari seorang mursyid/guru guna menunjukan jalan yang aman dan selamat untuk menuju Allah (ma’rifatullah) maka posisi guru di sini adalah seperti seorang guide yang hafal jalan dan pernah melalui jalan itu sehingga jika kita dibimbingnya akan dipastikan kita tidak akan tersesat jalan dan sebaliknya jika kita berjalan sendiri dalam sebuah tujuan yang belum diketahui, maka kemungkinan besar kita akan tersesat apalagi jika kita tidak membawa peta petunjuk. Posisi Tasawuf terhadap ilmu-ilmu Islam lainnya sangat jelas dan gamblang. Tasawuf merupakan bagian tak berpisahkan dari keseluruhan bangunan Syari’ah; bahkan ia merupakan ruh/hakikat/inti dari syariah.

Komentar