konsep & landasan pendidikan


BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Konsep Pendidikan
Dalam kamus Bahasa Indonesia, konsep diartikan dengan (1) rancangan atau buram surat tersebut. (2) Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit (3) gambaran mental dari objek, proses ataupun yang ada diluar bahasa yang digunakan untuk memahami hal- hal lain (Tim Penyusun, 1989: 456).

Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 ayat 1, adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU Sisdiknas no. 20 th. 2003).

2.2   Kajian Konsep Pendidikan

1.      Pendidikan Dalam Perspektif Antropologis dan Sosiologis
Pendidikan yang berkesinambungan pada perjalanannya akan membentuk kebudayaan dalam suatu tataran masyarakat, dan pemahaman serta analisis mengenai kebudayaan  yang telah mengakar dalam suatu tataran masyarakat, perlu dijadikan sebagai referensi bagi praktek pendidikan untuk mencari model integrasi sistem pendidikan yang cocok dan relevan dengan kebudayaan masyarakat setempat. Seperti halnya dengan sosiologi dalam pendidikan, pendidikan dalam keperluan analisa berbagai fenomena tersebut, menggunakan teori, konsep, dan metodologi yang disadur dari ilmu antropologi.

2.      Pendidikan Dalam Perspektif Kosmologis
Pendidikan modern yang kini sudah menjadi konvensional, gagal memberikan pandangan dunia yang kosmologis dalam dunia pendidikan, di mana manusia dan alam merupakan kesatuan (Edmund O'Sullivan, Transformative Learning: Educational Vision for the 21st Century, 2001). Pendidikan modern lebih berorientasi untuk mencapai progress, khususnya dalam bidang ekonomi, dengan mengorbankan perspektif kosmologis tentang kesatuan manusia dan alam lingkungannya.


3.      Pendidikan Dalam Perspektif Teologis
Pendidikan secara theologis merupakan proses kebudayaan yang menyejarah dalam kehidupan manusia dan berorientasi pada perubahan perilaku umat manusia dengan mengedepankan mental spiritual. Konsep ini berbeda dengan pendidikan yang ada selama ini. Sebab pendidikan yang ada ini masih cenderung feodalistik dan diskriminatif terhadap Institusi,  mahasiswa bahkan dalam proses pencarian kerja.

Pendidikan dalam perspektif theologis merupakan suatu bentuk upaya pemberontakan umat manusia dari ketarbelakangan dan kebodohan yang berorientasi pada wawasan tentang Allah melalui konsep Tauhid al-Ummah (teologi keummatan) menuju tauhid al-Ilahiyah (teologi keesaan Tuhan). Juga sebagai upaya pemecahan keterbelakangan umat dengan mengikutsertakan nilai-nilai ketuhanan dan moral. Atau lebih menduniakan nilai-nilai ketuhanan yang selama ini masih melangit.

2.3  Pengertian Landasan Pendidikan

Landasan, istilah landasan mengandung arti sebagai alas, dasar atau tumpuan (kamus besar bahasa Indonesia, 1995:560). Istilah landasan dikenal pula sebagai fondasi. Mengacu pada pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa landasan adalah alas atau dasar pijakan; suatu titik tumpu atau titik tolak; atau suatu fondasi tempat berdirinya sesuatu hal. Menurut sifat wujudnya dapat dibedakan dua jenis landasan yaitu : (1) landasan yang bersifat material, dan (2) landasan yang bersifat konseptual. Contoh landasan yang bersifat material antara lain berupa landasan pacu pesawat terbang dan fondasi bangunan gedung. Adapun contoh landasan yang bersifat konseptual antara lain berupa dasar Negara Republik Indonesia yaitu Pancasila dan UUD RI Tahun 1945; landasan pendidikan dan sebagainya. Landasan yang bersifat konseptual identik dengan asumsi, yaitu suatu gagasan, kepercayaan, prinsip, pendapat atau pernyataan yang sudah dianggap benar, yang dijadikan titik tolak dalam rangka berpikir (melakukan suatu studi) dan/atau dalam rangka bertindak (melakukan suatu praktek).
Dalam hal ini, berbicara tentang pendidikan tentunya dapat ditarik kesimpulan berkaitan dengan landasan pendidikan. Landasan pendidikan adalah seperangkat asumsi yang dijadikan titik tolak dalam rangka pendidikan. Sebagaimana telah kita pahami, dalam pendidikan mesti terdapat momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan. Pemahaman landasan dan ketepatan wawasan akan memberi peluang yang luas dalam pengambilan keputusan dan tindakan yang tepat.
2.4   Fungsi Landasan Pendidikan
Pendidikan yang diselenggarakan dengan suatu landasan yang kokoh, maka prakteknya akan mantap, artinya jelas dan tepat tujuannya, tepat pilihan isi kurikulumnya, efisien dan efektif cara-cara pendidikan yang dipilihnya. Dengan demikian landasan yang kokoh setidaknya kesalahan-kesalahan konseptual yang dapat merugikan akan dapat dihindarkan sehingga praktek pendidikan diharapkan sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta dapat dipertanggungjawabkan.

          2.5   Kajian Landasan Pendidikan
Landasan pendidikan terdiri dari beberapa landasan, yaitu landasan filosofis, psikologis, sosiologis, antropologis, ilmiah dan teknologi, hukum dan ekonomi. Pengkajian tentang landasan selalu diarahkan pada upaya dan permasalahan penerapannya.

1.      Landasan Filosofis
Filosofis, berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas suku kata philein/philos yang artinya cinta dan sophos/Sophia yang artinya kebijaksanaan, hikmah, ilmu, kebenaran. Secara maknawi filsafat dimaknai sebagai suatu pengetahuan yang mencoba untuk memahami hakikat segala sesuatu untuk mencapai kebenaran atau kebijaksanaan. Untuk mencapai dan menemukan kebenaran tersebut, masing-masing filosof memiliki karakteristik yang berbeda antara yang satu dengan lainnya. Demikian pula kajian yang dijadikan obyek telaahan akan berbeda selaras dengan cara pandang terhadap hakikat segala sesuatu.

Ajaran filsafat Keilmuan
Beberapa ajaran filsafat yang telah mengisi dan tersimpan dalam khasanah ilmu adalah:
a.       Materialisme, yang berpendapat bahwa kenyatan yang sebenarnya adalah alam semesta badaniah. Aliran ini tidak mengakui adanya kenyataan spiritual. Aliran materialism memiliki dua variasi yaitu materialism dialektik dan materialisme humanistis.
b.      Idealisme yang berpendapat bahwa hakikat kenyataan dunia adalah ide yang sifatnya rohani atau intelegensi. Variasi aliran ini adalah idealisme subjektif dan idealisme objektif.
c.       Realisme. Aliran ini berpendapat bahwa dunia batin/rohani dan dunia materi merupakan hakitat yang asli dan abadi.
d.      Pragmatisme merupakan aliran paham dalam filsafat yang tidak bersikap mutlak (absolut) tidak doktriner tetapi relative tergantung kepada kemampuan manusia.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa landasan filosofis pendidikan adalah asumsi—asumsi yang bersumber dari filsafat yang menjadi titik tolak dalam pendidikan. Ada berbagai aliran filsafat, antara lain: Idealisme, Realisme, Pragmatisme, Pancasila. Berbicara tentang landasan filosofis pendidikan berarti berkenaan dengan tujuan filosofis suatu praktik pendidikan sebagai sebuah ilmu. Oleh karena itu, kajian yang dapat dilakukan untuk memahami landasan filosofis pendidikan adalah dengan menggunakan pendekatan filsafat ilmu yang meliputi tiga bidang kajian yaitu ontologi, epistimologi dan aksiologi. Menurut Tirtarahardja dan LaSulo(2005), landasan filosofis bersumber dari pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan, menyangkut keyakinan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai, hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan.

2.      Landasan Psikologis
Landasan psikologi pendidikan merupakan salah satu landasan yang penting dalam pelaksanaan pendidikan karena keberhasilan pendidik dalam menjalankan tugasnya sangat dipengaruhi oleh pemahamannya tentang peserta didik. Oleh karena itu pendidik harus mengetahui apa yang harus dilakukan kepada peserta didik dalam setiap tahap perkembangan yang berbeda dari bayi hingga dewasa.

Landasan Psikologi dalam pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang  kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan.

Pada akhir abad ke-19 ada dua aliran psikologi belajar yang sangat menonjol, yakni aliran behavioristik dan aliran kognitif atau teori komprehensif. Kedua aliran tersebut besar sekali pengaruhnya terhadap teori pengajaran. Bahkan bisa dikatakan hampir semua pengajaran yang dilaksanakan saat ini dihasilkan dari kedua aliran psikologi belajar tersebut (Sudjana, 2008: 36). Ada tiga teori belajar aliran behavioristik yang paling terkenal yaitu : (a) teori koneksionisme dari Thorndike, (b) teori kondisioning dari Pavlov, dan (c) teori kondisioning operan (operant conditioning) dari Skinner.
Implikasi landasan  psikologi dalam pendidikan adalah:
1.      Seorang pendidik dalam proses pebelajarannya memberikan kemungkinan untuk membentuk kepribadian individu sesuai yang diharapkan akan tetapi tetap memperhatikan faktor-faktor hereditas yang ada pada individu.
2.      Seorang pendidik dalam proses pebelajarannya harus memperhatikan tugas perkembangan pada setiap masa perkembangan anak.

3.    Landasan Sosiologis
Kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara dua individu, bahkan dua generasi muda memperkembangkan diri. Kegiatan pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat. Dengan meningkatkan perhatian sosiologi pada kegiatan pendidikan tersebut, maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.Untuk terciptanya kehidupan bermasyarakat yang rukun dan damai, terciptalah nilai-nilai sosial yang dalam perkembangannya menjadi norma-norma sosial yang mengikat kehidupan bermasyarakat dan harus dipatuhi oleh masing-masing anggota masyarakat.

Dalam kehidupan bermasyarakat dibedakan tiga macam norma yang dianut oleh pengikutnya: (1)  Paham Individualisme
Individualisme dilandasi teori bahwa manusia itu lahir merdeka dan hidup merdeka. Masing-masing boleh berbuat apa saja menurut keinginannya masing-masing, asalkan tidak mengganggu keamanan orang lain. Dampak individualisme menimbulkan cara pandang lebih mengutamakan kepentingan individu di atas kepentingan masyarakat. Dalam masyarakat seperti ini, usaha untuk mencapai pengembangan diri, antara anggota masyarakat satu dengan yang lain saling berkompetisi sehingga menimbulkan dampak yang kuat selalu menang dalam bersaing dengan yang kuat sajalah yang dapat eksis.

(2)  Paham Kolektivisme
Paham Berhadapan dengan paham di atas adalah paham kolektivisme yang memberikan kedudukan yang berlebihan kepada masyarakat dan kedudukan anggota masyarakat secara perseorangan hanyalah sebagai alat bagi masyarakatnya.


(3)  Paham Integralistik
Masing-masing anggota masyarakat saling berhubungan erat satu sama lain secara organis merupakan masyarakat. Landasan sosiologis pendidikan di Indonesia menganut paham integralistik yang bersumber dari norma kehidupan masyarakat: (1) kekeluargaaan dan gotong royong, kebersamaan, musyawarah untuk mufakat, (2) kesejahteraan bersama menjadi tujuan hidup bermasyarakat, (3) negara melindungi warga negaranya, dan (4) selaras serasi seimbang antara hak dan kewajiban. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia tidak hanya meningkatkan kualitas manusia orang perorang melainkan juga kualitas struktur masyarakatnya.

4.      Landasan Antropologis
Pendidikan selalu terkait dengan manusia, sedang setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu, dalam UU-RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan sistem pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945. Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendididikan, baik secara informal maupun secara formal. Dimaksudkan dengan kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan, tingkah laku, dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota masyarakat tertentu.
Kebudayaan dalam arti luas tersebut dapat berwujud :
1.      Ideal seperti ide, gagasan, nilai dan sebagainya.
2.      Kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, dan
3.      Fisik yakni benda hasil karya manusia. ( Koentjaraningrat, 1975: 15-22)

Cara-cara untuk mewariskan kebudayaan, khususnya mengajarkan tingkah laku kepada generasi baru, berbeda dari masyarakat ke masyarakat. Pada dasarnya ada tiga cara umum yang dapat diidentifikasikan, yaitu informal, nonformal, dan formal. Cara informal terjadi di dalam keluarga, dan nonformal dalam masyarakat yang berkelanjutan dan berlangsung dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan cara formal melibatkan lembaga khusus yang dibentuk untuk tujuan pendidikan. Pendidikan formal tersebut dirancang untuk mengarahkan perkembangan tingkah laku anak didik.

Usaha-usaha menuju pola tingkah laku, norma-norma, dan nilai-nilai baru ini disebut transformasi kebudayaan. Lembaga sosial yang lazim digunakan sebagai alat transmisi dan transformasi kebudayaan adalah lembaga pendidikan, utamanya sekolah dan keluarga. Sekolah harus secara seimbang melaksanakan fungsi ganda pendidikan, yakni sebagai proses sosialisasi dan sebagai agen pembaruan. Perlu dikemukakan bahwa dalam bidang pendidikan, kedua fungsi tersebut kadang-kadang dipertentangkan, antara penganut pendidikan sebagai pelestarian (teaching a conserving activity) dan penganut pendidikan sebagai pembaruan (teaching as a subversive activity).

5.      Landasan Ilmiah dan Teknologis Pendidikan
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) memiliki kaitan yang sangat erat. Seperti yang diketahui, iptek menjadi bagian utama dalam isi pengajaran; dengan kata lain, pendidikan berperan sangat penting dalam pewarisan dan pengembangan iptek. Dari sisi lain, setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasi oleh pendidikan yakni dengan cara memasukan hasil perkembangan iptek itu ke dalam isi bahan ajaran. Pendidikan sangat dipengaruhi oleh sejumlah cabang iptek, diantaranya psikologi, sosiologi dan antropologi.
Seiring dengan kemajuan berbagai cabang iptek, pendidikan juga mengalami kemajuan yang pesat. Dengan perkembangan iptek yang pesat, Pendidikan dalam segala aspeknya harus mengakomodasi perkembangan itu. Penataan kelembagaan, pemantapan struktur organisasi dan mekanisme kerja, pemantapan pengelolaan dan lain-lain haruslah dilakukan dengan memanfaatkan iptek. Begitu pula dengan pemanfaatan kemajuan iptek dari berbagai bidang harus diimplementasikan dalam proses pendidikan sebagai kebutuhan utama. Lembaga pendidikan haruslah mampu mengakomodasi dan mengantisipasi perkembangan iptek. Bahan ajaran sebaiknya hasil pengembangan iptek mutakhir, baik yang berkaitan dengan hasil perolehan informasi maupun cara untuk memperoleh informasi itu serta manfaatnya untuk masyarakat luas.

6.      Landasan Hukum Pendidikan
Tiap tiap negara memiliki peraturan perundang-undangan sendiri. Kegiatan pendidikan di Indonesia juga memiliki peraturan sebagai dasar dalam pelaksanaannya. Landasan hukum dapat diartikan peraturan baku sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, dalam hal ini kegiatan pendidikan. Tetapi tidak semua kegiatan pendidikan dilandasi oleh aturan-aturan baku ini, contohnya aturan cara mengajar, cara membuat persiapan, supervisi, yang sebagian besar dikembangkan sendiri oleh para pendidik.
1.      Pendidikan Menurut Undang Undang Dasar 1945
Pasal pasal yang bertalian dengan pendidikan dalam Undang Undang Dasar 1945 hanya 2 pasal, yaitu pasal 31 dan 32. Pasal 31 mengatur tentang pendidikan kewajiban pemerintah membiayai wajib belajar 9 tahun di SD dan SMP, anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN dan APBD, dan sistem pendidikan nasional. Sedangkan pasal 32 mengatur tentang kebudayaan.

2.      Undang Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang undang ini selain memuat pembaharuan visi dan misi pendidikan nasional, juga terdiri dari 77 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum dan istilah-istilah terkait dalam dunia pendidikan

3.      Undang Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
Undang undang ini memuat 84 Pasal yang mengatur tentang ketentuan umum(istilah-istilah dalam undang-undang ini), kedudukan fungsi dan tujuan , prinsip profesionalitas, seluruh peraturan tentang guru dan dosen dari kualifikasi akademik, hak dan kewajiban sampai organisasi profesi dan kode etik, sanksi bagi guru dan dosen yang tidak menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

Implikasi Konsep Pendidikan
Sebagai implikasi dari landasan hukum pendidikan, maka pengembangan konsep pendidikan di Indonesia adalah sebagai berikut:
1.       Ada perbedaan yang jelas antara pendidikan akademik dan pendidikan profesional.
2.      Pendidikan profesional tidak cukup hanya menyiapkan ahli dalam menerapkan statu teori, tetapi juga mempelajari cara membina tenaga pembantu dan mengusahakan alat-alat bekerja.
3.      Sebagai konsekuensi dari beragamnya kemampuan dan minat siswa serta dibutuhkannya tenaga verja menengah yang banyak maka perlu diciptakan berbagai ragam sekolah kejuruan.
4.      Untuk merealisasikan terwujudnya manusia Indonesia seutuhnya maka perlu perhatian yang sama terhadap pengembangan afeksi, kognisi dan psic
komotor pada semua tingkat pendidikan.
5.      Pendidikan humaniora perlu lebih menekankan pada pelaksanaan dalam kehidupan seharí-hari agar pembudayaan nilai-nilai Pancasila akan lebih mudah dicapai.
6.      Isi kurikulum mulok agar disesuaikna dengan norma-norma, alat, contoh dan keterampilan yang dibutuhkan di daerah setempat.
7.      Perlu diselenggarakan suatu kegiatan badan kerjasama antara sekolah masyarakat dan orang tua untuk menampung aspirasi, mengawasi pelaksanaan pendidikan, untuk kemajuan di bidang pendidikan.

7.      Landasan Ekonomi Pendidikan
Peranan ekonomi dalam dunia pendidikan cukup menentukan tetapi bukan pemegang peranan utama. Dunia pendidikan adalah lembaga yang berkewajiban mengembangkan individu manusia, sudah tentu pendidikan itu tidak akan membawa peserta didik kearah hidup yang membingungkan, menyusahkan, dan sengsara walaupun bisa mencari uang banyak. Artinya dunia pendidikan bukan dunia bisnis tempat berlatih mencari uang, melainkan dunia pembinaan tempat peserta didik belajar agar bisa hidup wajar dan damai. Ada hal lain yang lebih menentukan hidup matinya dan maju mundurnya suatu lembaga pendidikan dibandingkan dengan ekonomi yaitu dedikasi, keahlian dan keterampilan pengelolah dan guru-gurunya.

Fungsi ekonomi dalam dunia pendidikan ialah untuk menunjang kelancaran proses pendidikan dan juga berfungsi sebagai materi pelajaran dalam masalah ekonomi pada kehidupan manusia. Kegunaan ekonomi dalam pendidikan terbatas pada :

1.      Untuk membeli keperluan pendidikan yang tidak dapat dibuat sendiri atau bersama siswa.
2.      Membiayai segala perlengkapan gedung.
3.      Membayar jasa semua kegiatan pendidikan.
4.      Untuk mengembangkan individu yang berprilaku ekonomi.
5.      Untuk memenuhi kebutuhan dasar dan keamanan para personalia pendidikan.
6.      Meninkatkan motivasi kerja.
7.      Membuat para personalia pendidikan lebih ber gairah bekerja.

Menurut jenisnya biaya pendidikan terdiri dari :
1.      Dana Rutin, adalah dana yang dipakai membiayai kegiatan rutin seperti gaji. Dan dipertanggungjawabkan dengan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) yang disertai dengan bukti-bukti pembayaran yang sah.
2.      Dana Pembangunan, adalah dana yang dipakai membiayai pembangunan-pembangunan dalam berbagai bidang juga dipertanggungjawabkan dengan SPJ (Surat Pertanggungjawaban) yang disertai dengan bukti-bukti pembayaran yang sah.
3.      Dana Bantuan Masyarakat, adalah dana yang digunakan untuk membiayai hal-hal yang belum dibiayai oleh dana rutin dan dana pembangunan. Dan dipertanggungjawabkan dalam laporan yang disertai bukti-bukti pembayaran yang sah pada wakil-wakil masyarakat.

Efisiensi dan Efektivitas Dana Pendidikan

Yang dimaksud dengan efisiensi dalam menggunakan dana pendidikan adalah dana yang harganya sesuai atau lebih kecil dari pada produksi dan layanan pendidikan yang telah direncanakan. Sedangkan yang dimaksud dengan penggunaan dana pendidikan secara efektif adalah bila dengan dana tersenut pendidikan yang telah direncakan bisa dicapai dengan relatif sempurna. Pemerintah memandang perlu meningkatkan efisiensi pendidikan karena :
1.      Dana pendidikan sangat terbatas.
2.      Departemen pendidikan seringkali mengalami kebocoran dana.

Efektivitas pendanaan juga untuk memilih alternatif pemrosesan yang terbaik :
1. Untuk alternatif-alternatif yang belum diuji coba, atau dengan asumsi sama-sama efektif,  
    maka alternatif yang dipilih adalah yang memakai biaya yang paling kecil.
2.Untuk alternatif-alternatif yang sudah diuji coba, sehingga diketahui efektivitasnya  
     masing-masing maka alternatif yang dipilih adalah yang memiliki angka hasil bagi biaya  
     oleh efektivitasnya paling kecil. 

Komentar