Such
Halo. Apa kabar?
Kutahu kau bosan
mendengarkan semua ucapanku karena sudah cukup kepalamu lebih bergemuruh dari
setiap kata yang kutiup ke arahmu. Aku juga bosan melihatmu menutup wajah
dengan kesedihan yang tak sudah-sudah. Kau lebih mengerti bahwa peluangmu tak
lebih besar dari kepalan tangannya. Aku tidak mengerti kau begitu keras kepala
untuk bersembunyi di jalan yang biasa ia lalui. Kau tersenyum melihatnya
memberi setangkai mawar untuk wanita lain.
Ketika malam memberi
salam, kau menangis sejadi-jadinya mendapati dirimu membeku di kejauhan dengan
penasaran yang kau besarkan sendiri. Kau menerka-nerka apa yang mereka
bicarakan setelah ia memberinya bunga. Kau menerka-nerka arti senyum keduanya.
Kau tidak akan berakhir mencintainya. Selamanya perasaanmu hanya melangkah
sampai rasa suka jadi kumohon berhentilah.
Kukirimkan surat
begitu banyak, begitu lama sampai kau dapat menghitung usiamu tanpa bantuan
sepasang tangan kecilmu. Aku mengkhawatirkan bagaimana hidup mengajarimu untuk
bertahan, sepasang kaki kecilmu yang akan tersandung oleh kerikil-kerikil yang
kau bawa sendiri. Seringkali kau melamun dan tersenyum menebar sunyi. Kedua
tanganmu berada di saku, kutahu saat itu kau sedang meremas sweatermu sekuat tenaga menahan tangis.
Kebiasaanmu.
Lalu kau menggumam
sendiri, bersenandung lagu selamat ulang tahun. Atau seringkali kau tiba-tiba
terdiam di tengah-tengah perbincangan kita. Kau bilang hari ini cerah dan kau
merindukannya. Hari ini adalah ulang tahunnya; sepasang mata yang tak pernah melihatmu.
Kau berjalan menunduk, berharap ia mengingat kalian yang tidak pernah ada. Kau
tersenyum sendirian menikmati setiap langkah yang ia tinggalkan di tanah basah.
Kau menunggu ia yang menunggu wanitanya. Kalian berdua benar-benar payah.
Apa harus aku yang
bilang kepadanya? Lebih baik ia menoleh kepadamu, daripada menggantung harapan
pada setangkai mawar yang entah masih disimpan oleh wanita itu atau tidak. Kau
paling suka jika ia memakai kaos hitam. Kau suka suaranya yang serak. Kau akan
berlari ke kamar mandi dan menyiram kepalamu agar tidak ada yang tahu bahwa kau
menangis. Kau menulis tentangnya. Setiap pagi kau menulis surat cinta yang
tidak pernah dikirimkan untuknya. Hanya saja, aku tidak mengerti caramu
mengatasi perih.
Sebegitu bodohkah
dirimu? Maafkan perkataanku yang kasar. Kau tahu, aku tidak pernah basa-basi.
Lain hari, aku akan menyapamu kembali untuk mengetahui kau atau ia yang cukup
bodoh untuk terus menunggu.
Komentar
Posting Komentar