KTSP DAN PROBLEMA NYA


MENGENAL KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DAN SEGALA PROBLEMATIKANYA
            Sejak tahun 1945 setelah kemerdekaan sampai sekarang, Indonesia telah berganti kurikulum sebanyak 9 kali. Sampai-sampai ada sebuah guyonan yang berbunyi “Ganti menteri, ganti kurikulum”. Nah, sebenarnya apa itu kurikulum? Pada pembahasan kali ini, akan dipaparkan sedikit mengenai definisi kurikulum dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diterapkan dari tahun 2006 sampai sekarang.
Apa itu kurikulum?
Kurikulum berasal dari bahasa yunani curriculum yang berarti “pacuan kuda”.  Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu(UU SISDIKNAS NO 20 TAHUN 2003). Kurikulum merupakan salah satu aspek utama penentu keberhasilan pendidikan, karena esensi dari pembelajaran terkandung seluruhnya dalam sebuah kurikulum. Menurut Prof. Dr. H.A.R. Tilaar M.Sc, Ed, 4 bagian utama dari kurikulum adalah :
1.       Tujuan. Dalam hal ini, kurikulum mencangkup tujuan nasional pendidikan, tujuan pendidikan daerah serta tujuan pendidikan dari institusi yang terkait.
2.       Materi. Kurikulum tentunya memerlukan materi yang jelas, baik berupa materi kongkrit (buku, refrensi, modul) maupun yang abstrak (standar kompetensi, isi, pembelajaran).
3.       Metode. Bagaimana cara proses pembelajaran, penyampaian materi dan segala aspek yang terkait dengan interaksi pembelajaran antara siswa dan guru.
4.       Evaluasi. Kurikulum harus memiliki sistem evaluasi terkait dengan pelaksanaannya dilapangan. Hal ini sangat esensial untuk pengembangan dan perbaikan kedepan.
Apa itu KTSP?
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum yang dikembangkan dengan prinsip diversifikasi, dimana pemerintah pusat hanya menentukan kerangka dasar kurikulum berupa Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang tercantum dalam Peraturan Menteri no 22 dan 23 tahun 2006 yang nantinya akan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi serta potensi daerah di satuan pendidikan dibawah supervisi pemerintah kabupaten atau kota (pendidikan dasar) dan provinsi (pendidikan menengah) dan mengacu pada standar nasional pendidikan (SNP). Dengan kata lain, KTSP sendiri dibuat oleh seluruh tenaga pendidik yang ada di suatu institusi pendidikan untuk menggerakan mesin utama dalam pendidikan, yaitu pembelajaran. Institusi pendidikan berhak dan berkewajiban untuk mengkustomisasi kerangka yang ada agar sesuai dengan keadaan, standar, kebutuhan dan tingkatan dari institusi pendidikan itu sendiri. Satuan pendidikan berperan sebagai perancang, eksekutor serta pengevaluasi dari kurikulum yang ada disekolahnya.


Mengapa KTSP?
Ada beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan dasar dan alasan mengapa KTSP diimplementasikan dalam pendidikan nasional. Berikut dijabarkan beberapa alasan :
1.    Dalam kaitannya dengan keanekaragaman budaya, adat, sosial, sumber daya dan tradisi, tidak dipungkiri lagi bahwa Indonesia memiliki semuanya. KTSP hadir sebagai sebuah langkah persiapan untuk mengoptimalkan seluruh keanekaragaman itu. Dengan sistem desentralisasi pendidikan, sebuah institusi pendidikan diharapkan mampu mengoptimalkan dan melestarikan keanekaragaman yang dimiliki oleh daerahnya masing-masing.
2.    Dalam setiap institusi pendidikan, permasalahan yang dihadapi tidak hanya satu. Masalah yang ada di institusi pendidikan yang satu belum tentu terjadi di institusi pendidikan lainnya. KTSP, yang penyusunannya langsung dilakukan oleh pihak satuan pendidikan, diharapkan mampu menjadi sebuah pemecahan masalah yang ada di satuan pendidikan itu sendiri. Karena yang paling mengenal sebuah institusi pendidikan adalah institusi itu sendiri, dalam hal ini seluruh tenaga pendidik dan kependidikan di institusi tersebut..
3.    Memberikan kesempatan kepada seluruh unsur pendidikan, yaitu sekolah, keluarga dan masyarakat untuk berperan aktif dalam memajukan suatu institusi pendidikan. Peran komite sekolah, yang terdiri dari perwakilan orang tua dan tokoh masyarakat setempat, diharapkan mampu memberikan kontribusi ide dan saran yang nantinya akan dijadikan sebagai sebuah pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi dan memenuhi kebutuhan daerahnya masing-masing.
Bagaimana Evaluasi Penerapan KTSP?
Dari semua aspek yang telah dipaparkan, KTSP terkesan merupakan kurikulum yang sangat tepat untuk diterapkan di Indonesia. Namun dalam tahap pengimplementasiannya, KTSP masih sangat jauh dari konsep yang ada. Berdasarkan data yang ada, berikut beberapa masalah dalam implementasi KTSP :
1.       Standarisasi yang masih diterapkan oleh pemerintah yaitu berupa Ujian Nasional (UN). Jika KTSP dibuat dan dirancang sedemikian rupa oleh satuan pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nyata yang ada, mengapa pemerintah harus repot-repot mengadakan UN? Prinsip diversifikasi yang diterapkan dalam KTSP secara jelas mencantumkan bahwa tiap satuan pendidikan itu memiliki perbedaan. Pemerintah tidak bisa seenaknya “memukul rata” seluruh sekolah di Indonesia untuk siap mengikuti ujian nasional.
2.       Kualitas tenaga pendidik yang masih sangat kurang dalam mengakomodir tugas KTSP secara keseluruhan. Seperti yang telah dijelaskan diatas, dalam KTSP, tenaga pendidik menjadi perancang, pelaksana dan pengevaluasi kurikulum yang ada di sekolah tersebut. Oleh sebab itu, kompetensi yang dimiliki haruslah mampu mengakomodir seluruh tugas tersebut. Faktanya, pelaksanaan Pendidikan Guru serta sertifikasi yang diadakan masih belum mampu membekali guru untuk dapat merancang sebuah kurikulum pembelajaran yang memenuhi tujuan keseluruhan dari KTSP.
3.       Sosialisasi yang dilakukan pemerintah masih belum sempurna seluruhnya. Dalam sebuah Stadium General, Prof. Dr. Tilaar pernah mengatakan bahwa hampir ratusan guru di Sumatera Utara yang hadir saat seminar yang diisi oleh beliau mengatakan bahwa mereka tidak mengerti bagaimana KTSP harus dirancang. Yang mereka tahu adalah bagaimana mempersiapkan murid agar lulus ujian nasional. Sungguh sebuah ironi, mengingat bahwa seharusnya KTSP dirancang dan dikembangkan oleh guru, namun guru itu sendiri belum memahami sepenuhnya apa itu KTSP.
Kesempurnaan konsep yang ada pada KTSP menjadi tidak berarti ketika pelaksanaannya masih jauh dari angan. Kekurangan dan kelemahan yang ada pada implementasi KTSP tentunya membutuhkan tindak lanjut dan langkah perbaikan yang harus dilakukan.
Solusi seperti apa yang dibutuhkan?
Pada dasarnya, permasalahan implementasi KTSP yang ada di Indonesia perlu diperbaiki, bukan langsung diubah. Untuk itu, kami merumuskan solusi untuk setiap permasalahan yang ada. Berikut dipaparkan solusi-solusinya:
1.       Untuk permasalahan standarisasi secara nasional dengan diadakannya UN, solusi yang kami ajukan adalah penghapusan UN. Alasannya, ketika satuan pendidikan telah merancang dan melaksanakan KTSP serta menentukan standar-standar kelulusan yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan satuan pendidikan dan potensi daerahnya masing-masing, seharusnya untuk masalah sistem evaluasi yang ditujukan sebagai standar kelulusan dilaksanakan oleh satuan pendidikan itu juga. Jadi UN hanya sebagai tolak ukur pemerataan pendidikan di Indonesia, bukan sebagai standar kelulusan nasional.
2.       Permasalahan kualitas guru, tentunya ini harus diselesaikan dengan cara peningkatan kualitas guru. Paling tidak, seorang guru harus paham apa itu kurikulum tingkat satuan pendidikan. Ada dua cara yang kami sarankan. Pertama pelatihan-pelatihan untuk para guru, seperti workshop, seminar, PLPG, Portofolio, dan lain sebagainya. Kedua, membekali para calon guru ketika masih dalam tahapan belajar di bangku kuliah. Ada baiknya para calon guru di bangku kuliah dibekali pengetahuan tentang kurikulum dan pengelolaan sekolah sebelum mereka terjun langsung pada dunia pendidikan.
3.       Problematika terakhir adalah sosialisasi, tetap dilakukan sosialisasi ke seluruh Indonesia. Dengan mengubah konsep sosialisasi yang kebanyakan sudah dijalankan. Kenapa? Karena kebanyakan sosialisasi yang dilakukan terlihat “monoton” dengan hanya memberikan konsep-konsep saja yang mungkin bagi kebanyakan guru membosankan dan dalam waktu 3 hari saja timbul istilah “masuk telinga kiri keluar telinga kanan”. Masukkan cara-cara praktis dan contoh langsung ke lapangan mungkin salah satunya dengan simulasi di dalam kelas. Lalu setelah itu, sosialisasi tidak hanya dilakukan dengan face to face saja tetapi beri juga ruang bagi para pendidik untuk mengeluarkan uneg-unegnya di “dunia maya” dengan mengadakan forum atau apapun itu karena dari saran dan kritik mereka jugalah kita dapat mengetahui apa yang perlu dibenahi dalam kurikulum.
Pada dasarnya, ketika menemukan sebuah permasalah dalam hal apapun, sebaiknya diperbaiki, bukan diubah. Demikian seberkas pengajuan saran untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam persoalan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Komentar