ANALISIS PARAGRAF DALAM ARTIKEL


Menjadi Sarjana
Oleh : Akhmad Sudrajat

Hingga saat ini menjadi sarjana mungkin masih manjadi dambaan dan harapan bagi sebagian besar orang, tentu dengan alasan  dan motif yang  beragam, mulai dari motif yang bersifat naif-pragmatis hingga motif altruistik-idealis. Dalam hal ini, motif naif-pragmatis bisa dimaknai sebagai dorongan yang lebih tertuju kepada kepentingan pribadi, misalnya untuk menjadi kaya-raya, atau mendapat kedudukan dalam jabatan, melalui upaya dan tindakan yang menghalalkan segala cara. Sementara motif altruistik-idealis dapat dipahami sebagai motif yang didasari untuk melayani dan memberikan manfaat bagi orang lain, melalui upaya belajar keras dan penuh kesungguhan.

Sarjana adalah gelar akademik yang diberikan kepada lulusan program pendidikan sarjana
(S-1).  Untuk memperoleh gelar sarjana, secara normatif dibutuhkan waktu perkuliahan selama  4-6 tahun atau telah menempuh perkuliahan dengan jumlah SKS sebanyak 140-160. Jika seseorang sudah dinyatakan lulus oleh sebuah perguruan tinggi, maka dia berhak menyandang gelar sarjana.

Hingga era akhir  70-an,  keberadaan sarjana boleh dikatakan tergolong makhluk langka di bumi Indonesia, mungkin karena pada waktu itu jumlah perguruan tinggi (negeri maupun swasta) di Indonesia masih  relatif terbatas. Namun seiring dengan semakin diperluasnya jumlah program studi dan terus berkembangnya jumlah perguruan tinggi hingga ke pelosok-pelosok daerah, maka jumlah sarjana Indonesia pun semakin bertebaran, dengan bidang keahlian yang beragam.
Sebelum tahun 1993,  sebutan gelar sarjana di Indonesia masih bisa dihitung dengan jari, sebut saja misalnya: Drs., Dra, Ir., atau SH. Namun sejak  tahun 1993 (Keputusan Mendikbud No. 036/U/1993),  ketentuan  sebutan gelar akademik  menjadi lebih beragam,  disesuaikan dengan bidang keahlian masing-masing, (saat ini jumlahnya hingga mencapai puluhan, saya pun tak kuasa  untuk mengingatnya satu per satu).

Belakangan ini sedang berkembang  polemik terkait dengan adanya Surat Edaran dari Dirjen Dikti No. 152/E/T/2012  tentang kewajiban publikasi ilmiah dalam Jurnal sebagai syarat untuk lulus menjadi sarjana. “Seorang sarjana harus memiliki kemampuan menulis secara ilmiah, termasuk menguasai tata cara penulisan ilmiah yang baik”, demikian ungkap Dirjen Dikti Kemdikbud, Djoko Santoso,  ketika diwawancarai oleh  Kompas.com. Walau secara teknis, mungkin akan timbul berbagai persoalan dalam mengimplementasikannya, tetapi secara pribadi pada dasarnya saya setuju dengan adanya ketentuan ini, dengan harapan semoga dapat memperbaiki mutu  sarjana kita, khususnya dalam mengembangkan budaya intelektual, yang belakangan ini tampaknya cenderung memudar.

Perkembangan terbaru, berdasarkan Peraturan Presiden No. 8 tahun 2012 tentang  Kerangka Kualifikasi  Nasional Indonesia, sarjana (S1) dikategorikan sebagai  jabatan teknisi atau analis (bukan dikategorikan sebagai ahli)  yang berada pada  level (jenjang) 6 (enam), dengan gambaran kualifikasi, sebagai berikut:
§  Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi.
§  Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.
§  Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok.
§  Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi.
Memperhatikan ketentuan tentang  Kerangka Kualifikasi  Nasional Indonesia (KKNI) tesebut, tampak bahwa seorang  sarjana sesungguhnya memiliki posisi yang relatif tinggi dalam struktur masyarakat Indonesia,  dilihat dari kapasitas keilmuan dan kompetensi yang dimilikinya.

Dengan demikian kiranya cukup terang, sesungguhnya  sarjana bukanlah orang sembarangan dan bukan sembarangan orang. Kepadanya dituntut untuk tersedia kapasitas kognitif tingkat tinggi serta memiliki tanggung jawab yang tidak hanya pada dirinya dan lingkungan dimana dia berada, tetapi juga memikul tanggung jawab yang hakiki yaitu kepada Sang Khalik.

   diunggah ke blog tanggal 27 Februari 2012.
Analisislah tiap paragraf dalam artikel tersebut !

Paragraf 1

Kalimat utama :
Hingga saat ini menjadi sarjana mungkin masih manjadi dambaan dan harapan bagi sebagian besar orang, tentu dengan alasan  dan motif yang  beragam, mulai dari motif yang bersifat naif-pragmatis hingga motif altruistik-idealis. 

Kalimat penjelas :
Dalam hal ini, motif naif-pragmatis bisa dimaknai sebagai dorongan yang lebih tertuju kepada kepentingan pribadi, misalnya untuk menjadi kaya-raya, atau mendapat kedudukan dalam jabatan, melalui upaya dan tindakan yang menghalalkan segala cara. Sementara motif altruistik-idealis dapat dipahami sebagai motif yang didasari untuk melayani dan memberikan manfaat bagi orang lain, melalui upaya belajar keras dan penuh kesungguhan.

Kesimpulan :
Paragraf pertama termasuk ke dalam paragraf deduktif karena kalimat utama terletak di awal paragraf. Kalimat pertama menjelaskan bahwa sarjana hakikatnya masih menjadi dambaan bagi setiap orang dengan berbagai motif dan alasan. Hal ini diperjelas lagi dengan kalimat selanjutnya sebagai kalimat penjelas yang mengatakan motif atau alasan setiap orang itu terbagi menjadi dua dan diberikan pula contoh-contohnya.

Paragraf 2

Kalimat utama :
Sarjana adalah gelar akademik yang diberikan kepada lulusan program pendidikan sarjana
 (S-1).

Kalimat penjelas :
Untuk memperoleh gelar sarjana, secara normatif dibutuhkan waktu perkuliahan selama  4-6 tahun atau telah menempuh perkuliahan dengan jumlah SKS sebanyak 140-160. Jika seseorang sudah dinyatakan lulus oleh sebuah perguruan tinggi, maka dia berhak menyandang gelar sarjana.

Kesimpulan :
Paragraf kedua termasuk ke dalam paragraf deduktif, sekali lagi karena kalimat utama terletak di awal paragraf. Paragraf ini menjelaskan tentang definisi sarjana secara umum.


Paragraf 3

Kalimat utama :
Namun seiring dengan semakin diperluasnya jumlah program studi dan terus berkembangnya jumlah perguruan tinggi hingga ke pelosok-pelosok daerah, maka jumlah sarjana Indonesia pun semakin bertebaran, dengan bidang keahlian yang beragam.

Kalimat penjelas :
Hingga era akhir  70-an,  keberadaan sarjana boleh dikatakan tergolong makhluk langka di bumi Indonesia, mungkin karena pada waktu itu jumlah perguruan tinggi (negeri maupun swasta) di Indonesia masih  relatif terbatas.

Kesimpulan :
Paragraf ketiga termasuk ke dalam paragraf induktif karena kalimat utama terletak di akhir paragraf. Paragraf ini menjelaskan tentang perkembangan sarjana secara singkat dari waktu ke waktu dan peningkatan sarjana yang terjadi di Indonesia saat ini.

Paragraf 4

Kalimat utama :
Namun sejak  tahun 1993 (Keputusan Mendikbud No. 036/U/1993),  ketentuan  sebutan gelar akademik  menjadi lebih beragam,  disesuaikan dengan bidang keahlian masing-masing, (saat ini jumlahnya hingga mencapai puluhan, saya pun tak kuasa  untuk mengingatnya satu per satu).

Kalimat penjelas :
Sebelum tahun 1993,  sebutan gelar sarjana di Indonesia masih bisa dihitung dengan jari, sebut saja misalnya: Drs., Dra, Ir., atau SH.

Kesimpulan :
Paragraf keempat termasuk ke dalam paragraf induktif karena kalimat utama terletak di akhir paragraf. Mengapa ? karena paragraf ini menjelaskan tentang perkembangan gelar sarjana yang dari waktu ke waktu mengalami peningkatan. Hal ini dipertegas lagi di dalam kalimat utama yang menyatakan bahwa kebijakan di Indonesia memberi ketentuan terhadap pemberian gelar sarjana tersebut.


Paragraf 5

Kalimat utama :
Belakangan ini sedang berkembang  polemik terkait dengan adanya Surat Edaran dari Dirjen Dikti No. 152/E/T/2012  tentang kewajiban publikasi ilmiah dalam Jurnal sebagai syarat untuk lulus menjadi sarjana.

Kalimat penjelas :
Seorang sarjana harus memiliki kemampuan menulis secara ilmiah, termasuk menguasai tata cara penulisan ilmiah yang baik”, demikian ungkap Dirjen Dikti Kemdikbud, Djoko Santoso,  ketika diwawancarai oleh  Kompas.com. Walau secara teknis, mungkin akan timbul berbagai persoalan dalam mengimplementasikannya, tetapi secara pribadi pada dasarnya saya setuju dengan adanya ketentuan ini, dengan harapan semoga dapat memperbaiki mutu  sarjana kita, khususnya dalam mengembangkan budaya intelektual, yang belakangan ini tampaknya cenderung memudar.

Kesimpulan :
Paragraf kelima termasuk ke dalam paragraf deduktif yang memiliki kalimat utama di awal paragraf. Paragraf ini menjelaskan tentang kewajiban publikasi ilmiah dalam Jurnal sebagai syarat untuk lulus menjadi sarjana.

Paragraf 6

Kalimat utama :
Memperhatikan ketentuan tentang  Kerangka Kualifikasi  Nasional Indonesia (KKNI) tesebut, tampak bahwa seorang  sarjana sesungguhnya memiliki posisi yang relatif tinggi dalam struktur masyarakat Indonesia,  dilihat dari kapasitas keilmuan dan kompetensi yang dimilikinya.

Kalimat penjelas :
·        Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampu beradaptasi terhadap situasi yang dihadapi.
·        Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural.
·        Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalam memilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok.
·        Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja organisasi.

Perkembangan terbaru, berdasarkan Peraturan Presiden No. 8 tahun 2012 tentang  Kerangka Kualifikasi  Nasional Indonesia, sarjana (S1) dikategorikan sebagai  jabatan teknisi atau analis (bukan dikategorikan sebagai ahli)  yang berada pada  level (jenjang) 6 (enam), dengan gambaran kualifikasi

Kesimpulan :
Paragraf keenam merupakan paragraf induktif yang kalimat utamanya terletak di akhir paragraf. Paragraf keenam menjelaskan tentang kerangka kualifikasi untuk seorang sarjana bahwa sesungguhnya seorang sarjana memiliki posisi relatif tinggi dalam struktur masyarakat.

Paragraf 7

Kalimat utama :
Dengan demikian kiranya cukup terang, sesungguhnya  sarjana bukanlah orang sembarangan dan bukan sembarangan orang.

Kalimat penjelas :
Kepadanya dituntut untuk tersedia kapasitas kognitif tingkat tinggi serta memiliki tanggung jawab yang tidak hanya pada dirinya dan lingkungan dimana dia berada, tetapi juga memikul tanggung jawab yang hakiki yaitu kepada Sang Khalik.

Kesimpulan :
Paragraf ketujuh merupakan paragraf deduktif dengan kalimat utama berada di awal paragraf. Paragraf ini menjelaskan bahwa sarjana merupakan orang-orang pilihan yang bertanggung jawab.

BAB II
KESIMPULAN


Berilah kesimpulan untuk artikel pendidikan yang Anda pilih!

Artikel “Menjadi Sarjana” merupakan artikel yang lebih banyak menggunakan paragraf deduktif. Hal ini dapat kita simpulkan dari kalimat utama yang kebanyakan berada di awal paragraf. Lalu jika dilihat dari segi isi atau materi yang sedang dibahas, artikel ini memiliki kesimpulan sebagai berikut :

1.      Ternyata gelar sarjana masih menjadi dambaan bagi setiap orang, tidak terkecuali saya sebagai mahasiswa tentunya mengharapkan dapat lulus dari perguruan tinggi dan mendapat gelar sarjana.

2.      Walaupun sarjana merupakan impian, bukan berarti gelar sarjana dapat diraih dengan mudah dan digunkankan dengan tidak bertanggung jawab. Untuk itu, peraturan dan kebijakan yang mulai direncanakan seperti dalam artikel ini harus terus berlanjut.

3.      Untuk mendapat gelar sarjana diwajibkan untuk memberikan sebuah persembahan seperti publikasi ilmiah kaena seorang sarjana bukanlah sembarang orang. Sarjana nantinya akan mempertanggung jawabkan apa yang telah didapatkannya.

4.      Tidak hanya sebuah persembahan, tetapi juga dinilai melalui gambaran kualifikasi bagaiman seorang sarjana sewajarnya karena nantinya sarjana adalah orang yang relatif lebih tinggi di dalam struktur masyarakat. Artinya, sarjana bisa saja menjadi contoh teladan bagi masyarakat. Hal ini lebih kepada pengabdian seorang sarjana untuk memajukan negaranya.

Pada dasarnya sarjana hanyalah sebuah sebutan atau tulisan yang bisa disebut juga gelar. Boleh-boleh saja menjadikan sarjana sebagai sebuah harapan, harapan yang baik yang tidak mementingkan diri sendiri dengan menurunkan harga diri dari “sarjana” itu sendiri. Seorang sarjana lebih diharapkan mampu mengimplementasikan intelektualnya ke dalam kehidupan agar Tri Dharma perguruan tinggi dapat tercapai.

Komentar