Postingan

The Wishes

Halo, kesayangan. S elamat ulang tahun, ya.  Aku kasih bocoran sedikit, rahasia yang udah banyak diketahui teman-temanku yang lain. Aku itu nggak pernah kasih ucapan ulang tahun ke mereka, bahkan sedekat apapun kita. Jadi, sampai sini, harusnya kamu paham dong ya. Entahlah, buatku sama saja dengan hari-hari biasa. Kita bisa apa selain melanjutkan hidup, ya 'kan? Nggak banyak yang bisa aku ucapkan ke kamu. Aku cuma ingin kamu membaca isi hatiku di hari ulang tahunmu, bahkan di hari-hari lain pun kamu sudah tahu itu. Rasanya… kamu selalu tau doa-doa baik untukmu sudah sering kukatakan berulang kali di tengah-tengah obrolan kita. Yaaa, meski percakapan itu kadang hilang kadang datang kembali. Tapi gapapa, harapan-harapan baik untukmu masih akan selalu sama. Kamu di mana sekarang? Gimana di sana? Cuaca di sana gimana? Sudah masuk musim hujan belum? Jaga kesehatan, ya. Gimana target-target dan rencana-rencana yang sedang kamu usahakan? Sudah ada yang tercapai? Masih berapa banyak yang s

Untuk ketiga, dan yang terakhir kalinya

Aku akan bertanya, dan kuharap hatimu yang jawab. Aku ingin kali ini kamu tidak diam saja karena aku lelah menerka-nerka sendirian. Aku tidak akan lagi membebanimu dengan perasaanku.  Selama kita bersama, apa sekali saja kamu pernah menginginkan dan menyayangiku? Setelah ini, kita udah nggak mungkin lagi ya? Sangat tidak mungkin? Menurutmu, selama ini, kamu anggap hubungan kita ini apa? Jika kamu tetap memilih diam, aku akan anggap itu sebagai jawaban. Bukan memaksa, aku tahu aku tidak berhak meminta kalimat perpisahan apapun darimu, tapi tujuh tahun bukan waktu yang singkat menurutku. Aku menunggu, mencari-cari jawaban sendiri, meredam rindu sendirian, menangis ketika kamu datang dan pergi sesukamu. Kita sudah dewasa. Bohong kalau kita sama-sama tidak tahu, apa yang kita lalui selama ini bukanlah hal-hal yang biasa dilakukan seorang teman. Semua perhatian-perhatian kecil itu, waktu yang dihabiskan bersama, semua puji dan rayuan yang menggemaskan yang sering kamu ucapkan, lelucon-leluc

Hmm... halo?

Aku sudah jauh lebih baik. Dan aku happy. Hari-hariku masih sama, sibuk, tanpa jeda, dan sepi. Sedang belajar membuka diri untuk orang-orang di sekitarku, juga orang-orang baru. Tapi untuk satu hal ini masih sedikit sulit, aku harus mengalahkan rasa takutku. Yaaa siapa tau aja kamu mau tau kabarku. Ternyata, tidak semudah itu ya membuka diri, membiarkan orang lain mengenal diri kita sendiri. // Satu bulan terakhir, aku akhirnya berani mengambil langkah tegas untuk diriku sendiri. Aku tidak bisa menyebut diriku manja, karena bagaimanapun diri ini sudah sangat kuat bertahan. Aku memutuskan beristirahat sejenak, melangkah mundur dan pergi ke tempat lain. Tempat-tempat yang tidak pernah kukunjungi, atau mungkin saja tempat-tempat yang pernah aku lewatkan.  Bukan tempat yang bisa dilihat wujudnya secara nyata. Tempat-tempat itu ada dalam diriku sendiri yang sudah lama aku abaikan. Waktu satu bulan belum banyak yang bisa kukenali, tapi gapapa pelan-pelan aku mengenal diriku kembali. Aku meli

Jatuh Hati

Aku enggak tahu kalo aku punya sisi clingy dalam diriku, dan aku baru sadar itu setelah ketemu kamu. Aku bisa kuat di mana saja, bisa terlihat cuek dan dingin pada siapa saja. Tapi dengan kamu, aku bisa semanja itu. Tembok tinggi yang susah payah aku bangun selama ini seperti luluh begitu aja setelah kenal kamu. Semudah itu. // Aku mau melihat wajah galaknya lagi ketika dia diam melihat jalanan malam. Aku mau tersesat lagi di matanya yang kecoklatan. Aku mau menatap senyum manisnya lagi ketika mendengarku berceloteh tentang banyak hal. Aku mau melihat wajah gemasnya lagi ketika menatapku kagum, seseorang yang ia miliki ini begitu bawel akan banyak hal yang berkaitan tentang dirinya.  Aku ingin mencium wangi parfumnya lagi, yang aku tidak bisa bedakan vanilla atau cokelat seperti parfum laki-laki pada umumnya. Tapi mungkin sebenarnya…aku merindukan rasa aman berada di dekatnya. Aku suka dia yang pengertian, memberiku ruang, menerimaku apa adanya, sepertiku kepadanya.  Dia tahu enggak si

Seseorang yang baik itu bukan aku.*

Aku ingin mengakui perasaanku untuk kedua kalinya. Meski sebanyak apapun aku mengatakan, aku (masih) tidak bisa memilikimu. Sebelumnya, aku sudah begitu putus asa bertanya pada Tuhan di sepertiga malam, bisakah aku memaksa sebuah takdir? Namun lambat laun, aku mulai menerima. Hatiku lebih lega dengan penolakan yang selama ini kutahu kamu tidak mungkin mengatakannya. Kamu memang terlalu baik. Waktu aku menulis ini, perasaan gugup menyusahkan ini seperti mulai dari nol lagi. Aku engga tau sampai kapan, tapi di hubungan ini, cuma aku yang khawatir sendirian. Takut kamu pergi, tapi juga takut untuk melangkah lebih jauh lagi. Karena kita sama-sama tau jalannya tidak akan mudah. Itu kenapa aku penuh dengan keragu-raguan. Aku sudah belajar ikhlas, tapi bersamamu kupikir jauh lebih menyenangkan…  Terkadang, aku iri sama semua orang yang bisa semudah itu ngobrol sama kamu, sedangkan aku enggak. Karena sedekat apapun kita, kamu tetap jadi orang yang paling jauh yang pernah aku sukai. Aku senyum-

Setelah kamu pergi

Waktu kamu pergi, banyak hal yang berubah. Tepatnya diriku yang berubah, perubahan yang aku gak suka. Aku makin jauh dengan diriku sendiri. Banyak kebiasaan yang aku lakukan bahkan sebelum ketemu kamu, akhirnya berhenti. Menulis jadi salah satu kegiatan yang aku hindari. Beberapa lagu Barat yang biasanya membuatku enjoy , tidak lagi aku dengarkan. Menonton film jadi membosankan. Perihal mengingatmu, aku diam di tempat. Tidak membuatku move on , pun tidak lantas membuat kita kembali bersama. Butuh waktu bertahun-tahun untuk aku sadar kalau ternyata banyak bagian dari diriku yang hilang ketika kamu pergi. Aku belajar mengenal diriku kembali, sampai sekarang masih kulakukan, dan itu gak mudah. Aku selalu bilang aku baik-baik aja dengan maksud perasaanku yang kosong mungkin saja bisa berani untuk terbuka kembali. Aku tau itu semua sia-sia. Satu-satunya yang tersisa adalah ingatanku yang payah, bagaimana bisa aku hapal nomor whatsapp-mu meski tidak pernah terlintas dalam pikiranku untuk del

Tanggal Dua yang Kesepian

Kamu menutup semua akses komunikasi. Aku tau, aku belum cukup tahu diri untuk berhenti. Apa masih boleh aku merindukanmu? Aku tidak tanya ini pantas atau tidak. Tentu, tidak pantas seperti yang sudah kubilang aku belum cukup dewasa untuk menerima sebuah perpisahan. Kukira sedang di fase trauma, atau mungkin aku yang terlalu keras kepala untuk melupakan. Kadang aku marah padamu. Tenang saja, kemarahanku tidak akan menganggumu. Apa tidak pernah terlintas sebentar saja kamu memikirkanku? Atau kamu sudah terbiasa tega tak ingin tahu keadaanku? Bisa kau bayangkan bagaimana rasanya merindukan seseorang begitu lama, berhari-hari, sementara wajahnya mulai samar-samar di kepala? Bukan sudah melupakan, tetapi karena sudah begitu jauh kita sekarang. Tidak perlu diberitahu lagi. Aku tahu, aku bodoh. Seperti yang pernah kamu katakan, apa yang bisa aku harapkan dengan menyukai laki-laki sepertimu. Aku juga ingin berhenti, sungguh. Tapi sebentar saja bisa kamu bayangkan bagaimana lelahnya menjadi aku