Setelah kamu pergi

Waktu kamu pergi, banyak hal yang berubah. Tepatnya diriku yang berubah, perubahan yang aku gak suka. Aku makin jauh dengan diriku sendiri. Banyak kebiasaan yang aku lakukan bahkan sebelum ketemu kamu, akhirnya berhenti. Menulis jadi salah satu kegiatan yang aku hindari. Beberapa lagu Barat yang biasanya membuatku enjoy, tidak lagi aku dengarkan. Menonton film jadi membosankan. Perihal mengingatmu, aku diam di tempat. Tidak membuatku move on, pun tidak lantas membuat kita kembali bersama.


Butuh waktu bertahun-tahun untuk aku sadar kalau ternyata banyak bagian dari diriku yang hilang ketika kamu pergi. Aku belajar mengenal diriku kembali, sampai sekarang masih kulakukan, dan itu gak mudah. Aku selalu bilang aku baik-baik aja dengan maksud perasaanku yang kosong mungkin saja bisa berani untuk terbuka kembali. Aku tau itu semua sia-sia. Satu-satunya yang tersisa adalah ingatanku yang payah, bagaimana bisa aku hapal nomor whatsapp-mu meski tidak pernah terlintas dalam pikiranku untuk delete contact. Aku dengan sadar menjadi viewer setia tiap stories yang kamu bagikan bahkan hingga sekarang. 


Aku tau aku belum benar-benar sembuh dari trauma perpisahan. Aku benci menyadari aku sudah begitu transparan untuk seseorang yang tidak bisa kumiliki. Maksudku, perasaan kehilangan ini membuatku makin menutup diri. Sebentar saja, bisa kamu ajari bagaimana caranya berdamai dengan semesta secepat itu? Kenapa dari sekian banyak manusia di bumi, kita jadi salah satunya yang harus mengalah dengan keadaan. Tidak ada yang salah dengan hubungan kita, berpisah pun dalam keadaan baik-baik. Bullshit? Pasti. Siapa yang benar-benar baik-baik saja saat ditinggalkan?


Semesta kadang sebercanda itu. Benar adanya. Kita sudah berlapang dada mengaku kalah dan berusaha mengikuti ke mana saja semesta membawa kita, tapi kenapa harus sesulit ini? Bagian paling tidak masuk akal dari semua drama ini adalah kita terpaksa jadi orang asing untuk satu sama lain. Lucu rasanya, aku harus menahan diri untuk gak bilang kangen, berusaha sedatar mungkin membalas tiap sapaanmu di whatsapp, bagaimana aku harus mengatur suaraku agar tidak terdengar antusias tiap kali kau menelpon. Entahlah, hubungan apa yang sedang kita jalani saat ini.


Malam ini, aku menangis sembari menulis. Dadaku sesak, aku merindukanmu. Aku ingin bilang, tapi aku sadar jika kembali menghubungimu, aku akan memulai semuanya lagi dari awal. Mulai mengharapkanmu lagi, memikirkanmu begitu banyak, membiarkanmu masuk kembali, lalu ketika semesta memisahkan (lagi) aku harus bersusah payah melupakanmu. Sesuatu yang belum bisa kulakukan bahkan hingga sekarang. Aku ingin bilang kangen, tapi tidak tahu bagaimana menyampaikannya. Aku harus gimana? 😢


Komentar