Gila

Aku akan menanti pertemuan kembali di sini atau di kedai buku lain, dalam genap bersamamu. Kau tahu  maksudku, tidak dengan wanitamu. Aku memang wanita yang menyukaimu, sesunyi mungkin bahkan kau tak mengenal bunyi sepatuku. Lebih diam serupa angin yang menepis ujung keningku.

Aku tidak bisa lagi mengutuki apa-apa sebab rindu sudah berkawan dengan malam, menjelma sepi di ujung-ujung mataku yang basah. Surat sudah kukirim pukul sebelas, namun percakapanmu dengannya sampai larut di bibir cangkir. Jadi, wajar bagiku untuk menatapmu sangat lama demi manis yang kuhirup dari kopi pertama.

Aku tidak ingin melihatmu pagi ini dengan sisa remah-remah roti di kerah bajumu. Aku tidak ingin kau menyisir rapi rambutmu. Aku tidak ingin melihatmu tersenyum pagi ini dan dia sebagai alasannya. Aku biarkan segala inderaku menujumu. Aku tunggu sampai kau tidak lagi menggulung selimut bersamanya dan berlari ke arahku, mengecap manis pada bibirku yang basah. Aku pastikan kau adalah pulang untukku.


Kau harus datang sebelum jam sepuluh. Aku ingin bilang bahwa aku yang melempar batu ke jendela rumahmu. Sebut aku gila. Jika bukan aku, tidak ada yang bisa memilikimu.


Komentar