Begini Begitu

Kau tidak pernah bilang bahwa kau mencintaiku seperti adikmu sendiri. Dan kau menyayangiku, lembut seperti kakakku sendiri. Namun, aku tidak mencintaimu untuk itu. Kau adalah seorang yang pendiam. Kau lebih suka mendengarkan, kemudian melakukan. Sedang aku, katamu, adalah seorang yang bersinar. Kau menyukai wanita yang lebih tua, namun kau memilihku untuk di sampingmu. Katamu, aku adalah wanita yang selalu ceria, padahal begitulah caraku agar kau tertawa. Kau selalu menerima hal-hal konyol yang kulakukan. Kau tahu bagaimana caranya menghargai perasaan wanita. Ingat tidak ketika aku membuatkanmu mi rebus yang rasanya keasinan? Dengan lahap kau tetap makan dan bilang enak. Kau lelah sehabis pulang kerja, dan bodohnya, kau harus berada di samping wanita yang tidak pandai memasak. Maafkan.


Tahun baru kemarin, kita bermain ular-tangga seharian. Hukuman untuk yang kalah adalah bersedia digelitiki telapak kakinya, dan kau sangat paham bahwa aku tidak menyukai hal-hal seperti itu. Aku gugup, kau justru tertawa berpikir kalau ini menyenangkan. Hukuman tersebut berhasil kulalui. Sekarang, hukuman kedua diganti. Bagi siapa saja yang kalah harus bersedia dicium kedua pipinya. Kau pemalu dan tidak romantis bagi definisi kebanyakan orang. Ketika malu-malu, kau akan menutup wajahmu, dan itu kau lakukan ketika aku mencium kedua pipimu. Katamu, bibirku terasa basah.

Kau tidak pernah memintaku melakukan apapun untukmu. Kau bilang, cukup tertawa saja setiap hari. Tawaku seperti recharge untukmu. Tetapi aku mengerti, kau butuh lebih dari itu. Kau seringkali tidak cukup tidur. Matamu yang sipit akan terlihat bengkak karena begitu lelah. Harus berdebat dahulu ketika aku ingin memberimu massage, sedang kau tak ingin karena takut aku kelelahan. Kau akan mengalah, akhirnya tertidur pulas , bukti bahwa kau memang kelelahan. Hal yang sama akan kau lakukan ketika aku juga begitu.

Kau kuliah sambil bekerja. Kau sangat mementingkan pendidikan dan ingin cepat selesai. Kau pernah beberapa kali mengajakku mengambil beberapa tes kuliah yang sampai sekarang tidak pernah kulakukan. Maafkan. Aku hanya ingin bekerja saja. Tetapi kau tidak mempermasalahkan hal itu. Kau justru mendukung passion-ku di bidang seni lukis. Kau menghargai hasil jerih payahku membuat lukisan wajahmu, hingga kini masih kau gantung di dinding kamarmu.

Kita memiliki kebiasaan untuk menenangkan satu sama lain. Kita akan berpelukan sambil menepuk-nepuk punggung satu sama lain. Dan cara itu terbukti berhasil. Kau terus memegang tanganku ketika aku gugup bertemu dengan teman-temanmu untuk pertama kalinya. Kau bersikap sangat dewasa ketika di depan orang tuaku. Kau adalah orang yang teliti, melindungiku sampai ke hal-hal kecil. Aku termasuk orang yang pemilih dalam hal makanan, dan kita punya cara unik untuk hal ini. Kau akan makan terlebih dahulu, kemudian memberitahu tahuku soal rasa dan tekstur masakannya. Kau seperti memeriksa apakah makanan tersebut dapat ku makan atau tidak. Aku menyukai kebiasaan seperti itu.

Kau percaya jika rasa sayang tidak perlu ditunjukkan di depan banyak orang, cukup hanya kita berdua yang tahu. Hal itu yang membuat banyak orang berpikir bahwa hanya aku yang menyukaimu. Bagiku, bukan masalah. Tidak penting siapa yang menyukai lebih banyak dan lebih dulu. Yang terpenting adalah memahami dan menghargai perasaan satu sama lain. Kau tetap mengerti tanpa aku bilang cinta padamu. Kau akan tetap mencintaiku begitu. Ya, seperti itu.



Komentar