LDR
Sudah sejauh mana
kau melangkah?
Ada surat yang
kutitipkan di bawah sepatumu. Kian hari kian terkikis seiring rindu yang tak
pernah kau tepis. Kau tak pernah berikan jeda untuk setiap malam yang kita
habiskan bersama. Aroma tanah basah adalah pelukanmu yang menghangatkan di kala
hujan. Berlembar - lembar doa kau letakkan di bawah pintuku hingga ketika senja
mengisiku dengan lelah, aku akan pulang dengan seutas senyum yang seharusnya
kau miliki saat itu juga. Tetapi aku hanya berdiri di balik pintu, mengingat
suaramu ketika ingin dipeluk. Kau titipkan rasa cemburu kepada angin pagi yang
mengecup wajahku segera setelah jendela ku buka. Percayalah, kau masih
memelukku di sini.
Terkadang aku
kembalikan rasa cemburu itu bahkan lebih banyak daripada yang kau kirim, hingga
kau harus menghela napas berkali - kali untuk menenangkanku. Entah kau belajar
darimana, kau punya jurus jitu untuk membuatku kuat menghadapi ratusan angka di
depan kita. Di lain hari, dering telepon tak ubahnya seperti kicauan burung di
pagi hari, yang selalu bersembunyi di
balik jam dinding yang kau belikan di taman safari. Frekuensi suara seakan -
akan membuat kita berada di ruang yang sama. Lalu di lain musim, ada jutaan
kata memenuhi kotak surat kita. Seolah tulisan tanganmu merampasku ke dalam
pelukanmu.
Ada kalanya kita
bosan bertingkah seperti bocah usia lima, berhitung dan berhitung deretan angka
di bulan kertas yang kita gantungkan di ruang masing - masing, sedang jarak
masih sama saja. Kita kira dengan merobek lembar demi lembar hari yang sesekali
kita tandai dengan bentuk hati dapat memperkecil angka - angka yang ada. Tetapi
rindu tetaplah rindu. Ada beberapa waktu kita bertemu, memutuskan untuk
mengambil median sebagai tempat kita saling mengubur kepala di balik bahu.
Ada saat di mana aku
seperti seorang ibu yang bertemu anak laki - lakinya pulang dari perantauan
jauh, berjuang membuang peluh untuk membelikan ibunya sebuah sauh. Merasa
bersalah dan terharu karena tak
mengikuti perubahanmu. Melihat bagaimana kau merawat rambut baru yang tumbuh di
atas bibirmu, matamu yang kini layu karena tak tidur merindukanku, atau
menertawaimu ketika kau salah memotong rambutmu. Lalu jemariku akan berada di
antara helai rambutmu merapikannya ke tempat semula, merasakan tulang pipimu,
dan menatapmu lama sampai kau jengah dan akhirnya meletakkan bibirmu di
keningku.
Kemudian
kau yang bergantian menatapku lekat, menyampirkan rambutku ke balik telinga
sembari jemari kita saling bertautan dan kelingkingmu akan menggelitik
pergelangan tanganku. Cukup dengan pelukan, kau sudah menjadi pria romantis
untukku.
Komentar
Posting Komentar