Detik Yang Terlupakan
Kau ialah senja pada
bulan keenam, yang jingganya menyilaukan sampai ke dasar cangkir tehku yang tak
tandas. Padamu, kuletakkan bisu di cawan pagi yang berusia. Kau menjelma rimba
yang hijaunya menyejukkan - membuatku tersesat di detik keempat. Seandainya kau
tahu, namamu adalah tepi dalam doa - doa yang kupanjatkan - menjelma semoga
yang kuselipkan di antara ayat - ayat suci pada gelap pukul dua.
Jika saja bisa
kulakukan, akan kubawa pulang tatap mata pertama kali sebagai nikmat Tuhan yang
tidak kudustai. Namun, aku tetaplah jarum detik pada jam dinding di kamarmu,
yang tak pernah berhenti untuk menjangkaumu meski kau lebih memilih berlayar
dari aktifitasku menjemput remah - remah roti. Kau membuatku mengelilingi isi
kepalaku sendiri sebab kau tak pernah berikan jangkar untukku berlabuh.
Kubiarkan bumi
memilikimu.
Kubiarkan kakimu menuju ke
segala mimpimu yang tidak ku tahu.
Mendakilah,
berlarilah, merangkaklah, kayuh perahumu, berlayarlah.
Bergeraklah sejauh
yang kau mampu. Bergeraklah dan tetap jaga gravitasimu, agar ketika langit
merayumu 'tuk bersatu, bumi tetap memelukmu. Bergeraklah, hingga kau tahu ada
aku yang berotasi untukmu.
Kelak, jika kau
lelah, kan kukirimkan sepotong pagi dengan aroma hijau gunung yang kau
rindukan. Agar mampu kau leburkan rasa takut paling laut ke dalam tanah yang
kau pijak. Sudahi permainan kartumu, menghitung segala gerak yang kau isi
dengan ragu. Percayalah, Tuhan begitu mencintaimu melalui aku.
Komentar
Posting Komentar