Jangan Pergi

Beberapa hari menjelang perayaanmu.

Apakah sudah kau hitung-hitung kekhawatiranku tahun ini? Aku tak tahu, harus menerima atau merayu Tuhan agar kau dan aku menjadi kita. Maafkan aku yang selalu menyalahkan keadaan sebagai alasan untuk melepasmu, padahal kau melihat rindu di telapak tanganku.

Kau kembali menatapku, "benar ini yang kau inginkan?" aku menunduk, cukup lama buatku untuk mampu menjawab, "ya...itu yang kuinginkan." kataku lirih masih tak berani menatapmu sebab kau biarkan aku, penyair mati di matamu. Kau memelukku cukup lama. Aku jatuh pasrah, pulang menuju dadamu yang curam dan tak berpaham. Aku ingin kau tetap di sini, meski tingkahku yang memaksamu beranjak pergi.

Langit di matamu yang menampung kesedihanku, kemudian kutemukan dunia baru yang hangat melindungiku serupa matahari yang mencumbu laut. Jika kita adalah langit dan laut, maka pertemuan hanya ada di ujung jingga lepas kau lontarkan pertanyaan mana yang paling merah muda, rindu atau senja. Tentu, kujawab rindu sembari pasrah di bahumu. Kau hanya tersenyum kemudian melingkarkan tanganmu di pinggangku.

Terima kasih sudah menemukanku. Betapa ku rindu suaramu, sajak-sajak kecil yang mengalir di ujung kuku. Betapa ku cemburu, hujan yang tak miliki jarak dengan tubuhmu. Barangkali dari awal seharusnya kita tidak bertemu. Barangkali akulah yang tidak ingin berakhir denganmu.

Komentar