3 Permintaan

Siang itu jendela tidak kututup. Sengaja, biar aku tidak kehabisan nafas di dalamnya. Bisu yang kau anggap indah nyatanya buatku pengap. Bagaimana jika tak ada lagi kata-kata? Kau pikir sunyi berhasil membawa rindumu padaku? Justru yang ada banyak tertinggal di pinggir jendela menyatu bersama debu. Debar- debar yang kau tinggalkan disana sudah tak lagi ada. Kau perlu tahu, membisu selama berjam-jam bukan perkara mudah. Kau biarkan kopimu mati bosan, remah-remah roti kau injak hingga tak kelihatan. Maaf, hanya saja aku tidak mengerti posisiku. Siapa aku dimatamu, siapa aku di tanganmu, siapa aku di pelukanmu.

Aku ingin menggilaimu, ingin sekali. Melepas sebab-sebab kepulanganmu yang-bukan-aku. Namun, lagi-lagi kaulah yang menamai hubungan ini. Suka-sukamu menyebutnya apa, merasakan apa. Tak perlu kita bahas lagi perihal yang satu ini. Kau akan tetap begitu, dan bodohnya, aku akan terus mengikutimu. Meski kau menyebutku selamat tinggal, kau akan tetap menjadi selamat datang untukku walaupun kau tidak lagi pulang, tidak lagi menjadi semestaku. Aku tahu kini hatimu lebih dingin untuk sebab-sebab yang tidak kutahu. Bagaimana aku bisa tahu, kau tidak bicara, hanya menyuratiku selalu lewat matamu.


Aku ingin menjadi cangkir kopimu, ingin sekali. Yang menemanimu setiap pagi, memberimu semangat untuk antrean mimpi-mimpimu. Tapi aku tidak tahu seperti apa kopi kesukaanmu, bagaimana caramu menikmatinya. Bahkan untuk berandai-andai saja aku tidak tahu posisiku. Pernah suatu waktu kau mengajakku meneguk kopi bersama, tapi ku tolak. Kini aku merengek pada waktu untuk kembali ke masa itu. aku ingin mendengar jeritanmu yang tertahan dan mengendap di dasar gelas lepas tandas kau meneguk hitam dan pahit kehidupan.

Aku ingin menjadi nama yang kau sentuh dalam doamu, ingin sekali. Nyatanya aku hanya sebuah kata yang tak tersebut bahkan dalam lipatan tanganmu. Tuhan memang satu, kita saja yang memberi banyak nama hingga akhirnya buat kita susah bersama. Bisakah pada denting loncengmu tahun ini kau sebut namaku? Tidak peduli lugas atau terbata-bata. Tidak perlu dalam satu tarikan nafas atau dalam pejam matamu. Cukup namaku ada disitu.

Aku ingin kita menyatu sebelum tanggal 1, ingin sekali. Merasakan lagi malu-malu di depanmu, tak perlu sembunyi lagi untuk mengucap rindu. Kau selalu bisa buatku jatuh hati berkali-kali pada senyummu. Saat satu per satu cemasku hampir jatuh, kamu yang paling tahu kapan aku butuh bahu untuk mengadu, bercerita tentang ini dan itu. Saat aku ragu, kau biarkan semangat dan dukungan mendarat di keningku.

Ya, kita memang harus berhenti. Berhenti menyoalkan jarak yang sebenarnya sama-sama tidak kita pahami. Kita sudah selesai bahkan sebelum memulai. Bagimu tidak ada yang salah dengan kita, semua bisa saja berjalan sesuai keinginanmu. Tapi maafkan yang tersulit justru berawal dariku. Ketika setiap hubungan sibuk memikirkan akhir yang indah, di sini aku bersiap-siap untuk akhir yang paling buruk. Ini bukan kali pertama aku menyakiti diriku sendiri dengan menuntut mesra pada kenyataan, hingga pada akhirnya aku hanya pasrah pada dunia untuk membuat kita hilang dengan cara yang indah seperti laut yang menenggelamkan senja.

Tapi sebelum kita benar-benar berhenti, cukup kau tahu aku mencintaimu.--

Komentar