My Sweetie
Ketika
gula masih menjadi sebab tawa kita
Usia
lima adalah pelukan dan cium yang belum mengenal cinta
Dan
tumbuh menua adalah kesukaanmu.
Terkadang saya
diam-diam menghindar agar kamu memaksa saya untuk lebih dekat. Terkadang saya
berpura-pura marah agar kamu memeluk saya lebih lama. Terkadang saya
berpura-pura tidak peduli agar kamu menatap saya lebih lama. Terkadang saya
diam-diam menjauh agar kamu menggenggam saya lebih erat. Dan kamu melakukannya.
Hanya dimatamu saya
melihat sisi terbaik saya. Apapun yang saya lakukan, kamu tetap menjadi seorang
yang menyenangkan untuk menerima saya. Kamu adalah seorang yang tetap tersenyum
dengan sikap kekanak-kanakkan saya. Bersamamu, segalanya menjadi jelas. Hitam
dan putih. Seringkali saya berpikir, apa tidak sebaiknya saya meminta waktu
berhenti? Sejenak untuk membuat permohonan agar kita selalu bersama.
Sejak bertemu,
seringkali saya bertingkah aneh tapi saya tidak membencinya. Saya tidak bisa
berkata apa-apa ketika kamu menatap saya. Saya malu ketika wajahmu lebih dekat.
Kamu seorang yang akan menangis dan tertawa bersamaan tidak peduli betapa marah
dan kesalnya kamu terhadap saya. Lega rasanya, ternyata tempat kosong di hati
saya disiapkan semesta untuk kamu. Saya menikmati setiap waktu yang kita
habiskan bersama. Saya tahu kamu merasakan hal yang sama. Memang, terlalu cepat
bagi kita untuk mengatakan cinta. Kita masih terlalu muda. Tapi tidak
berlebihan jika hati ini saya berikan untukmu. Apa saya sudah benar-benar jatuh
kepadamu? Seakan tidak ada pintu keluar tentangmu di pikiran saya.
Sekarang usiamu 21.
Bukan lagi anak kecil, tapi masih terlalu dini untuk disebut wanita. Tetaplah
sehat dan kita akan belajar bersama. Adakalanya perjalanan kita terasa
melelahkan, tapi kita bisa melaluinya dengan berjalan pelan-pelan dan saling
berpegangan. Tanpa kamu minta, saya akan menunggumu sampai satu kata terucap
tanpa kita sadari. Kita tidak pernah tahu bertahun-tahun kemudian kita akan
saling mencintai sedemikian dalamnya.
"apakah bisa kita
seperti ini saja, tanpa harus menjadi apa dan siapa?" tanyamu menyela
kencan kita. Kencan seragam sekolah yang lama kamu inginkan.
"apakah sudah
cukup bagimu seperti ini saja?" saya balik bertanya.
Kamu menggeleng sambil
tersenyum. Menggemaskan.
Kamu melingkarkan
tanganmu di lengan saya, menarik-narik ke sebuah wahana di taman hiburan. Ah,
11 bulan bersama masih banyak yang belum saya mengerti tentang kamu. Siapa
perempuan yang saya pacari ini? Bagaimana ia ketika berusia 30 tahun nanti?
Semuanya sempat menjadi andai-andai hingga hari ini kita masih menjalaninya
satu per satu.
Siang ini seperti
biasanya semua tampak begitu jelas, hitam-putih seperti momen yang tenggelam
dalam foto lama. Kamu menjelma remaja belasan tahun. Imut. Anehnya, saya tidak
pernah sekalipun lelah dengan sikap keras kepala yang ada padamu. Seolah
semesta bersekongkol membuat saya bergerak dan memutar otak di sela-sela
rutinitas yang membosankan.
Sebaliknya
kunang-kunang, kamu tidak pernah redup meski terkadang terik merenggut
senyummu. Menjadi cantik sepertinya sebuah dosa. Tak pula rupa, tapi apa-apa
yang kamu jadikan kelakar untuk membuat semesta tertawa. Setiap langkah periang
menjelma tepuk tangan sekumpulan puisi di siang bolong. Tak pelak saya mencubit
pipimu atau memelukmu begitu erat. Kamu terlalu menggemaskan untuk sebuah pil
pahit yang disebut dunia. Memang, kamu tidak bersayap untuk tinggal di tempat
yang dapat dijangkau bulan. Sebaliknya bak sepotong lagu, kamu cemerlang dan
rupawan dimanapun kamu melangkah dengan beralaskan pipit pada senyummu.
Kamu bertingkah aneh
dengan membawa cerita di masa lalumu. Tentang sepenggal indah di kora-kora atau
segurat debar di bianglala. Dan kamu marah karena tidak pernah sekalipun saya
cemburu padamu. Untuk apa? Saya menyukaimu,
kamu menyukai saya.
Musim kembali
berganti. Angin adalah tangan ibu yang membangunkan di pagi hari untuk meneguk
cerah, ialah kamu. Sunyi malam adalah dongeng ayah yang bercerita tentang radio
tua dan lagu lama. Lagu lama yang bercerita tentang separuh jiwa yang melekat
pada jiwa lainnya. She's the one. Apakah
ini sebuah pertanda dari ayah?
Mungkin kamu tidak
tahu, saya, laki-laki yang tidak pintar
mengekspresikan perasaannya sangat menyayangimu lebih dari yang kamu tahu.
Komentar
Posting Komentar