Pelukan Yang Tak Pernah Usai

Film "Timeline"

Bukan pula kasih ibu yang menetes di ujung jemarimu, melainkan tanah basah yang sama pada tepi-tepi lengan bajumu. Tentang caramu berhumor dengan dirimu sendiri. Perihal aku yang sembunyi pada malam yang pendiam, lupakanlah.

Aku tidak ingin menjerumuskan cintaku ke dalam bahasa yang tidak kau mengerti. Tidak pula memaksakannya ke dalam rumus-rumus yang tak perlu kupahami. Aku mencoba kuat, menyadari sendi-sendimu membeku untuk menerimaku sebagai bagian dari duniamu yang lain.

Ikat tali sepatumu, sempurnakan senyummu, sembuhkan lubang di dada kirimu.

Perlu kau tahu, aku selalu menunggumu. Biarkanlah kita tetap dekat pada jarak yang kau buat. Kau masih sibuk bercerita kepada bintang setiap malam tentang luka-luka yang harus kau jahit sebelum tahun mengulang. Aku tetap di sini mendengarkanmu, mengisi bulir-bulir airmatamu meski kau tak pernah meminta angin untuk meminjam bahuku.

Aku bersikeras meminjam tanda tanya pada rintik hujan yang berisik agar kau tak mendengar bahwa aku menginginkan malam yang kau cumbu. Karena dalam kesunyiannya, kau seadanya utuh. Kita seperti pelukan yang tak pernah usai. Aku selalu penasaran tentang kehangatan dari kedua matamu, bagaimana rasanya melihat dunia dari balik bahumu. Kadangkala kau tidak dapat ditemukan, tidak dimanapun. Menjelma nyeri yang kukenali pada hitungan ketiga. Begitukah jika aku kehilanganmu?

Desember menjadi saksi aku meringkuk di dalam riuh kepala sebab dingin dan terik kini semakin bertele-tele menjaga bayanganmu. Aku tidak lagi peduli dengan tata bahasa yang jatuh di ujung doa-doa dan lipatan-lipatan buku yang diperkosa oleh tinta. Bagiku, penantian ini serupa jalanan pukul tujuh pagi. Jika bukan karena kesunyian yang kau ciptakan, mungkin airmataku sudah mati berkali-kali. Satu hal yang membuatku bertahan, kau memilih bungkam.

Bagimu, diam adalah iya untuk tidak terburu-buru. Kau melihatku. Ya, aku tahu itu. kau masih suka mengemas kesedihan ke dalam saku celanamu, sedang aku belum bisa memulai rajutan untukmu. Maafkan jika kau kerapkali terbangun pada dini hari. Cintaku masih tetap seorang anak kecil yang gelisah melihat cahaya dan gula. Kau tidak perlu menyeka airmataku, karena aku masih memiliki kesabaran yang sunyi seperti dinding kamarmu.


Selama ketidakpastian ini masih mengumbar kehangatan, seluruh penantianku menjadi milikmu. Kau tidak perlu membantuku menggerakkan pena, sebab kita tidak sedang menata apapun selain hati kita sendiri untuk siap meninggalkan kesendirian.

Komentar