THE KING
Langkah kami sama,
senyum kami sama. Namun, getar di dada mungkin berbeda. Perlahan-lahan kami
berjalan, menandai setiap pasang mata yang melihat dengan senyuman. Di ujung
sana, pria dengan tuxedo hitam menungguku juga dengan senyuman. Ruangan ini
penuh dengan warna-warni senyuman, meski mungkin dengan percikan bahagia yang
berbeda.
Pria yang berjalan
bersamaku kembali menguatkan dengan sentuhannya di tanganku. Dia tahu, aku
gemetar, penuh dengan ketar-ketir yang sekuat tenaga kututupi dengan bubuk
putih di wajah dan gincu merah di bibirku. Aku sampai di ujung jalan, di depan
meja yang berbunga-bunga sama seperti yang kurasakan meski indahnya masih
tertutupi gugup yang entah bagaimana untuk mengusirnya lagi. Pria yang
menungguku menyambut tanganku, dan pria yang berjalan di sampingku lambat-laun
pergi dengan langkahnya yang begitu hati-hati. Dia tidak ingin merusak sakral
yang sebentar lagi akan terjadi.
Tetapi, begitu keras
langkahnya terdengar di telingaku, seperti dentuman musik keras yang sering aku
dengarkan. Entah bagaimana justru membuat cairan bening ramai-ramai menghampiri
pelupuk mata memaksa untuk keluar. Pria dengan tuxedo hitam di depanku mencium
keningku lalu menggangguk, menandakan dia mengerti apa yang sejak tadi kutahan.
Aku tersenyum kemudian berlari mengejar pria yang tadi berjalan denganku, yang
sekarang sedang membelakangiku.
Kupeluk pria itu
dari belakang, masih kutemukan hangat meski tak lagi gagah. Cairan bening yang
daritadi menunggu antre di mataku akhirnya tertawa-tawa di pakaian pria yang
sedang kupeluk. Pria tersebut tetap membelakangiku. Baru kutahu ternyata dia
menangis. Dia tak ingin aku terpercik oleh airmatanya. Pikirannya bisa begitu
detil, membuatku tampak malu yang sudah membasahi pakaiannya dengan airmataku.
Kemudian dia berbalik sambil menyeka airmatanya. Kerutan di wajahnya tetap tak
bisa menyembunyikan sedih dan terharu meski dia tutupi dengan tertawa.
Cepat-cepat aku berbicara karena sudah banyak wajah tampak keheranan.
Terimakasih
Ayah,
Terimakasih
untuk mau berusaha menjadikanku putri yang kuat dari kerajaan yang telah kau
bangun.
Tidak
peduli bagaimanapun cuacanya, hujan petir, panas terik. Terimakasih untuk tetap
di sini meski terkadang putrimu ini masih meleset dalam perbuatan. Aku ingin
Ayah tahu -Ayah tetaplah raja- meskipun nanti, aku sudah membangun kerajaanku
sendiri.
Ayah kembali
mengantarku menuju pria yang bersamanya nanti akan kubangun kerajaan yang sama
bahagianya seperti kerajaan yang ayah bangun bersama Ibu. Dalam harunya Ayah
berbisik, " Jangan kau kira Ibumu tak
melihat apa yang tadi kau lakukan. Jika dia di sini, bisa habis pantatmu
dipukuli." Dengan tawa
khasnya yang nanti akan kurindukan.
Komentar
Posting Komentar