PANGERAN DATANG
Seperti sepi yang
tak pernah pulang. Begitulah hujan datang, bak singa yang kelaparan. Aku adalah
rusa yang malang, dari balik jendela pasrah diserang. Hingga hari kesepuluh kau
datang, mengetuk hati yang memang sedang bosan sendirian.
Sudah tidak paham
lagi, dingin yang menyelimutimu atau sebaliknya. Hangat yang kau sebarkan
seperti pupuk tanaman melebur bersama angin cepat-cepat menghilang.
Penampilanmu bak badut kerajaan, tetapi dalam mataku kau tak ubahnya pangeran.
Aku menerka-nerka
apa alasanmu kemari, sedang kau di bawah hujan menari-nari. Seperti orang
bodoh, aku bertanya-tanya dalam hatiku sendiri, sedang kau di sana masih dengan
gelak tawa. Sudah tidak terhitung lagi berapa kali kau buang senyuman. Segala
candamu saat itu juga ciptakan kerinduan.
Waktu terus
berjalan, entah menit keberapa kau mendekat. Kau adalah kejutan, dan aku tak
siap. Aku gugup, gelagatku tak karuan. Kau menangkapku yang salah tingkah,
membekukanku dengan senyuman. Kau bercerita tentang dirimu, meski aku tak
bertanya. Siapa dirimu, apa alasan kehadiranmu, dan bagaimana kau terkirim ke
sini, itu semua tidak penting , setidaknya untuk saat ini. Biarlah nanti,
perihal waktu yang berterus terang.
Tanpa kusadari hujan
menghilang seperti kalah sebelum berperang.
Komentar
Posting Komentar