MENYELAMI DELAPAN PULUH HARI
Biarlah malam yang patah, Sedang aku, kau bilang adalah rumah untuk dadamu yang lelah. Pelukanku ada pulang untuk punggungmu yang ingin rebah. Aku terlalu lemah, tak bisa menolak lengan-lenganmu yang merengkuh pasrah. Biarlah malam yang resah, Segala desah dan detak di nadi kita membuat malam semakin jalang. Senja dikubur begitu cepat hingga garis petang yang tak ingin kita pulangkan justru hilang. Hujan dan dingin didatangkan, namun buat kita, segala berisiknya adalah gurauan para bintang. Terkadang aku menunggu, sisa-sisa parfum dalam dekapmu. Terkadang aku merindu, kau mabuk cepat-cepat mengecup keningku seraya bilang, "aku cinta kamu", seperti dulu bagaimana kita bertemu. Waktu itu, aku termangu, hanya memperhatikan wajahmu yang semakin malam semakin layu, terjebak dalam pundakmu yang lelah. Kau ucapkan tiga kata itu kembali karena kau heran masih tak mendengar jawabanku. Aku sibuk sendiri, mencoba melerai pikiran dan hati yang saling berteriak di ...