INDIKATOR PENDIDIKAN RENDAH
Semakin ke sini, kondisi pendidikan kita semakin memprihatinkan yang
ditandai dengan menurunnya mutu pendidikan. Menurunnya mutu pendidikan akan
berdampak pada kualitas lulusan yang selanjutnya mengakibatkan rendahnya
kualitas sumber daya manusia Indonesia. Walaupun di era globalisasi, ternyata
tidak menjadikan Indonesia belajar dari kertertinggalan di masa sebelumnya.
Memang, sudah banyak upaya yang telah dilakukan, namun ternyata hasilnya belum
mencapai apa yang kita sebut sebagai pendidikan berkualitas. Bisa jadi ini
semua karena apa yang kita lakukan dan kita sebut sebagai upaya untuk memajukan
pendidikan belum dilaksanakan secara optimal dan hanya memandang upaya tersebut
sebagai wujud formalitas saja. Banyak hal yang menjadi indikator yang
menunjukkan mutu pendidikan di Indonesia masih rendah, berikut di antaranya :
1. Nilai
UN yang relatif masih rendah dan tidak menunjukkan kenaikan yang berarti.
Ketidak
merataan kualitas pengajar, kelengkapan fasilitas pada setiap sekolah, letak
geografis Indonesia dan ketidak seragaman informasi yang didapatkan pada setiap
sekolah diseluruh pelosok daerah, hal itu menyebabkan banyak sekolah-sekolah
yang belajar dengan fasilitas dan pengajar yang seadanya.
2.
Adanya ketidakpuasan berjenjang dan lulusan
tidak siap memasuki dunia kerja. Dimana pihak SMP merasa bekal lulusan SD
kurang baik untuk memasuki SMP, lalu kalangan SMA/SMK merasa bekal lulusan SMP
tidak siap untuk mengikuti pembelajaran di sekolah, demikian juga pihak Perguruan
Tinggi merasa bahwa lulusan SMA/SMK belum memiliki bekal yang cukup untuk
mengikuti perkuliahan di Perguruan Tinggi.
3.
Lulusan tidak sesuai pangsa pasar dan tidak
sesuai disiplin ilmu yang ditekuni lulusan semasa sekolah, apalagi dengan gaji
yang tidak sesuai dengan jenjang pendidikan, seperti gaji seorang tamatan SMA
sama dengan gaji seorang tamatan SD. Adanya ketidakserasian
antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum yang
materinya kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika
peserta didik memasuki dunia kerja. Ketika memasuki dunia usaha,
para lulusan cenderung belum memperlihatkan ketidaksiapan kerja yang baik
seperti kurang inovatif dan pasif terhadap sesuatu. Rendahnya kualitas tenaga
kerja Indonesia dapat juga diketahui dalam pertukaran tenaga kerja, dimana
Indonesia hanya mampu mengirimkan tenaga kerja kelas bawah, atau tenaga kerja
kasar, misalnya untuk pembantu rumah tangga, buruh pabrik, sopir, tenaga
bangunan dan berbagai jenis pekerjaan “blue collar”, sementara itu tenaga kerja
dari negara lain yang masuk ke Indonesia merupakan tenaga ahli ataupun tenaga
kerja yang professional, sehingga mereka ini mampu menempati posisi jabatan
“white collar”.
4.
Banyaknya pengangguran.
Rendahnya penyediaan sumber daya menusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan
untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang. Setiap
tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki keterampilan
hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Hal tersebut
dapat pula disebabkan karena penyelasaian studi yang lama.
5.
Perubahan Kurikulum
Terlalu dekatnya jarak perubahan
kurikulum belakangan ini tidak seperti seharusnya yaitu 10 tahun sekali
dan kurangnya realisasi pendekatan kurikulum yang baru serta pengawasan
yang selalu terputus di tengah jalan mengakibatkan para pelaku pendidikan
menjadi seperti layang- layang putus yang tak tentu arah tujuan. Sehingga makin
tak jelaslah arah dan tujuan kurikulum yang ingin dicapai, yang
mengakibatkan semakin rendahlah kualitas pendidikan yang ada di Negara ini.
Kurikulum yang terlalu cepat berganti seiring dengan bergantinya pemerintahan,
yang menginginkan penyempurnaan kurikulum dari kurikulum sebelumnya yang dirasa
belum dapat meningkatkan kualitas pendidikan nasional secara menyeluruh.
Berbagai indikator tersebut di atas, menunjukkan kepada kita bahwa mutu
pendidikan di Indonesia masih sangat rendah. Rendahnya mutu pendidikan tidak
bisa lepas dari peranan guru sebagai pelaku utama proses pendidikan disamping faktor
lainnya, antara lain kualitas dan karakteristik input, lingkungan serta sarana
dan prasarana. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa faktor guru
merupakan faktor yang dominan dalam menghasilkan mutu lulusan. Diduga salah
satu faktor guru yang menyebabkan rendahnya mutu lulusan adalah rendahnya
kompetensi guru. Dugaan ini diperkuat, dari hasil penelitian yang dilakukan
oleh Blazely dkk (1997), yang melaporkan bahwa pembelajaran di sekolah
cenderung sangat teoretik dan tidak terkait dengan lingkungan dimana anak
belajar. Hal ini berakibat peserta didik tidak mampu menerapkan apa yang telah
dipelajari di sekolah guna memecahkan permasalahan yang muncul dalam kehidupan.
Solusi untuk mengatasi masalah kualitas pendidikan di Indonesia yang
dinilai masih rendah, secara garis besar ada dua solusi yang dapat diberikan
yaitu :
Pertama,
solusi sistemik, yakni solusi dengan mengubah sistem-sistem sosial yang
berkaitan dengan sistem pendidikan. Seperti diketahui sistem pendidikan sangat
berkaitan dengan sistem ekonomi yang diterapkan. Sistem pendidikan di Indonesia
sekarang ini, diterapkan dalam konteks sistem ekonomi kapitalisme, yang
berprinsip antara lain meminimalkan peran dan tanggung jawab negara dalam
urusan publik, termasuk pendanaan pendidikan. Maka, solusi untuk
masalah-masalah yang ada, khususnya yang menyangkut perihal pembiayaan –seperti
rendahnya sarana fisik, kesejahteraan guru, dan mahalnya biaya pendidikan–
berarti menuntut juga perubahan sistem ekonomi yang ada. Akan sangat kurang
efektif kita menerapkan sistem pendidikan dalam atmosfer sistem ekonomi
kapitalis yang kejam. Maka sistem kapitalisme saat ini wajib dihentikan dan
diganti dengan sistem ekonomi yang menggariskan bahwa pemerintah-lah yang akan
menanggung segala pembiayaan pendidikan negara.
Kedua, solusi teknis, yakni solusi yang menyangkut hal-hal teknis yang
berkait langsung dengan pendidikan. Solusi ini misalnya untuk menyelesaikan
masalah kualitas guru dan prestasi siswa. Maka, solusi untuk masalah-masalah
teknis dikembalikan kepada upaya-upaya praktis untuk meningkatkan kualitas
sistem pendidikan. Rendahnya kualitas guru, misalnya, di samping diberi solusi
peningkatan kesejahteraan, juga diberi solusi dengan membiayai guru melanjutkan
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, dan memberikan berbagai pelatihan
untuk meningkatkan kualitas guru. Rendahnya prestasi siswa, misalnya, diberi
solusi dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran,
meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana pendidikan, dan sebagainya.
Komentar
Posting Komentar