Kepincut (Lagi)

Kamis, 2016.
Selalu ada pertama kali untuk segalanya. Pertama kali melihatmu dan pertama kali menyadari kalau kita berbeda. Ada yang tidak bisa kita selesaikan dalam perjalanan ini. Kita berteriak dalam pikiran masing-masing. Lalu kalau kita berbeda, kenapa? Apa salah menurutmu? Aku tahu mau bagaimanapun, sampai kapanpun, kita tidak akan bisa menyatu. Kau bukan yang pertama dengan segala perbedaan, yang tak bisa kumiliki, yang selalu menjadi alasan berkali-kali aku hampir menyerah untuk menjadikanmu seseorang yang seharusnya kupercayai untuk kuberikan hatiku.

Setidaknya, jika memang pada akhirnya kita tidak bisa saling memiliki (dan itu sudah pasti), biarkan cinta yang berjalan sendiri kemana ia ingin pergi. Meski kita tahu, cinta akan tetap berjalan kepada kita yang ingin saling mengerti. Kau tidak perlu menghindari dan membohongi dirimu sendiri, ada yang lain saat kita bertemu sapa pada pandang di seberang kelas, pada senyuman yang kita isyaratkan bahwa tak ada satupun dari kita menginginkan jauh sebab pertemuan sebelumnya terlalu manis untuk menjadi pengantar perpisahan ketika waktu yang begitu singkat hanya dihabiskan untuk mengenal suara masing-masing.

Untuk waktu yang tersisa, aku, atau mungkin kau juga menginginkannya, bahwa dekat dan menjadi hangat adalah keinginan yang begitu kejam kita sembunyikan. Kita berdua memiliki pemikiran yang sama. Biarkan segalanya mengalir apa adanya. Namun adakalanya aku merindukan kita mencari nyaman bersama dalam rasa yang kita coba pertahankan dengan kadar yang itu-itu saja. Sekali lagi, kita tidak bisa berlari, kita tidak sembunyi.

Aku ingin kembali ke malam itu, dengan semua tentang dirimu. Kau membuatku tertawa ditemani cahaya lilin yang tergantung di langit mendung. Apa kau selalu seperti itu? lisanmu selalu bisa menghangatkan udara kala jemari sibuk mencari pikiran yang tersesat ke dalam matamu. Apa kau selalu sesempurna ini? Senyum lembutmu menyapa lelahku, menerka kabar hatiku yang selalu ingin menetap dalam genggaman tanganmu. Waktu kita tidak banyak sayang, sudahilah sandiwara ini. Kita tidak bisa memaksakan perbedaan untuk menjadi dekap. Tidak perlu kau harus selalu menjagaku kala malam menghalangimu untuk mencubit pipiku. Aku cukup dengan melihatmu, tawamu, dan sapaanmu setiap terang menyelimuti lelahku. Mungkin kita hanya bisa sampai kadar seperti itu.


Aku ingin dekat denganmu ketika matahari mengawasi kita, ketika banyak pasang mata mencoba mengelabui kita yang ingin bersama. Bagi mereka, kita adalah kesalahan. Aku tahu kau tetaplah dirimu. Kau tidak peduli karena tawa adalah jawaban bagimu. Kau akan tetap menggenggam tanganku, merangkul, dan memelukku. Katamu, "tetaplah berjalan, meski kita berada di jalan buntu." kita tidak bisa selesai, dan tak ada jawaban untuk perasaan ini. Sayang, kau begitu sabar tidak memaksa keadaan untuk memberi restu. Cukup bagimu kita dekat pada waktu yang tersisa. Jaga kesehatan sebab aku mencintaimu.


Komentar