Penikmat Cinta Mereka.




Untuk kalian yang satu,
Untuk kalian yang membuat saya utuh,

Rumah. Tempat semua kasih sayang melebur meski kau sedang hancur. Tempat yang tak menuntut dibagi cinta karena kau sedang bahagia. Tempat di mana senyum ibumu menjadi sarapan lezat yang bisa kau nikmati setiap hari, keringat ayah yang menjadi bekal makan siangmu di bawah terik, tawa pecah dan teriakan kakak-adikmu bagai tetesan air di pori-pori gurun pasir. Dan semuanya, perpaduan itu membuatmu kuat, membuatmu kenyang dan menjadi sumber energi bahkan ketika ragamu di luar dan tak kau temukan sesuap nasi di dunia yang selalu menyuguhkan kepolosan untukmu. Pada setiap rumah kau 'kan temukan fondasi keluarga. Itulah alasan kau akan pulang. Kau yang percaya jiwa lain di sampingmu adalah keluarga saat itulah kau sudah membangun sebuah rumah dan 1001 alasan untuk pulang.

Ada saatnya kau jatuh, dan keluarga bukan untuk itu. Bukan untuk memberikan tangan atau bahunya, menolongmu. Bukan itu. Kau akan bangkit sendiri justru demi keluarga itu. Keluarga, entah apa daya tariknya yang akan membuatmu mampu menemukan sendiri apa-apa di dunia. Itulah keluarga, entah bagaimana mereka yang meski diam menjadi magnet untukmu berdiri dan terus berjalan, mendapatkan semua yang akhirnya lagi-lagi menjadi oleh-olehmu untuk pulang karena keluarga adalah rumah, dan rumah adalah seindah-indahnya pulang.

Mungkin rumah hanyalah pembuka, pintu cinta untuk masuk menyentuh hal yang paling dalam dari kasih sayang; keluarga. Menanggapi kalimat seorang 'teman', panggilan sayang untuk keluarga baru, yang meminta saya mengenal keluarga baru ini melalui kata-kata meski terbata-bata (hal yang saya sesalkan). Mengapa harus terbata-bata? Begitu banyak waktu yang telah saya sia-siakan untuk tidak mengenal mereka. Baiklah, saya akan coba dengan kalimat gagap bak suara sumbang untuk mengukur sedalam apa saya menikmati cinta mereka. Saya akan coba dengan keras untuk membuat mereka (re:kalimat) berbaris rapi agar saya tahu tidak ada kasih sayang dari mereka yang terlewatkan.

Sekitar pertengahan tahun 2012 saya hilang dan mereka menemukan saya. Lebih spesifik, mereka; KELAS B MANAJEMEN PENDIDIKAN. Begitu banyak tangan mencoba membangunkan saya, ada yang hangat, dewasa, dingin, peduli, humoris dan selanjutnya harus saya akui, saya akan menulis bla, bla dan bla. Belum lekat bagaimana garis-garis telapak tangan mereka, bentuk kuku mereka, bagaimana cara mereka memegang pulpen, sedingin apa tangan mereka ketika gugup, bahkan sampai sekarang saya tidak tahu. Waktu dua tahun sudah sangat jelas saya buang percuma untuk tidak mengenal mereka. Bagaimana saya bisa begitu merugi dan tidak tau diri menepis semua kasih sayang yang mereka punya. Berlarut-larut dan Tuhan menyadarkan saya. Dan sekarang saya jatuh cinta! Bertubi-tubi cinta dari mereka mulai saya rasakan sampai ke pori-pori, membuncah, penuh sesak dalam relung dada, membuat percikkan kembang api warna-warni dan siluet mereka sedang dalam tahap penyelesaian menjadi bentuk yang sempurna dalam ingatan saya.

Meski tulisan ini hanya tulisan pasir yang mungkin akan tergerus oleh air, saya akan tetap menyuratkan bagaimana keluarga ini hidup dalam rutinitasnya. Meski saya adalah orang pelit dan egois, yang tidak akan membagi-bagi cinta mereka, saya akan tetap ceritakan bagaimana keluarga ini tumbuh dan berkembang. Meski saya hanya diam, menikmati kasih sayang mereka sendirian, saya akan tetap tuliskan semua tentang keluarga ini untuk mengkonkretkan cinta dan kasih sayang mereka. Dan mereka tidak perlu tahu, karena saya malu, saya hanyalah makhluk tidak tahu diri dan terbata-bata untuk kasih sayang mereka.

Saya sering lihat kebanyakan orang malu dengan kekurangan diri sendiri dan sombong dengan kelebihannya. Membosankan. Dan disinilah keluarga baru menghibur saya, menghapus jenuh atas beberapa penampakkan dunia yang tidal lagi original. Keluarga ini adalah pahlawan, untuk diri sendiri dan orang lain. Berjiwa besar menertawai kekurangan diri sendiri, tanpa rasa malu. Bahkan tak jarang kekurangan itu menjadi suatu kelebihan untuk membuat orang lain tertawa. Ini adalah salah satu cinta mereka yang saya rasakan. Keluarga ini adalah artis-artis papan atas, seniman sesungguhnya yang tidak terkurung dalam layar persegi empat. Berhasil tampil apa adanya. Kepolosan tingkah laku yang mengundang tawa, ketulusan untuk membuat orang lain bahagia. Keluarga ini adalah supporter bola. Di manapun ramai dan kompak. Untuk mencari keanggunan, imut dan sebagainya bukan di sini tempatnya. Karena keluarga ini mengharuskan setiap penghuninya bebas berekspresi dengan segala 'keanehan' masing-masing hingga beberapa malu tinggal nama, hingga hampa hanyalah wacana.

Keluarga ini tidak melulu soal bahagia. Ada lelah yang berujung marah, ada ego yang bertemu masalah. Disinilah beberapa kepala yang dewasa, sudah seperti kepala keluarga, mengajak anggota keluarga lainnya mencipta solusi tidak hanya sekedar mencari kemudian hilang tak tau diri. Melingkar, berdiri, duduk di kursi ataupun duduk bersila, bersandar di dinding atau di pintu, di kelas ataupun tidak, adalah adegan-adegan yang dapat ditemui dalam keluarga ini untuk kepo terhadap masalah, untuk siap tertawa dalam introspeksi diri bersama. Wajah serius lebih dari sekedar ujian tertulis, tawa dan senyum menyelingi segala gaya dalam menghibur, entah hanya berdua, berempat, berlima, berenam, bertujuh, berdelapan dan ber ber lainnya meluangkan waktu untuk bersedia memberikan ataupun mengecap kehangatan kata-kata, bahu dan telinga. Hingga benci menjelma rindu, peduli melipat jarak, dan beberapa alpa mengecil dibungkus dalam bahagia bernama kebersamaan.

Hanya kata-kata inilah yang mewakili bagaimana cinta dan kasih sayang mereka, meski tersurat begitu terbatas dan tak tersirat secara gamblang. Pernah terucap dan bertahan sampai sekarang, kalian, manusia paling seksi di dunia...

Sedih dulu kini berubah haru
Syahdu dan merdu terbalut dalam airmata
Meski tawa pun bisa, tak mengapa...

Aku yang begini
Dengan cinta mereka yang begitu
Begitu hangat
Begitu banyak
Begitu rumit sampai kata dan angka dipecundanginya

Cinta mereka, ya begitu adanya...



Komentar