Jauh


Tidak ada lagi percakapan yang menghangatkan di balik selimut malam, juga tidak ada lagi percakapan yang mengetuk jendela sebagai pengantar sarapan sebelum mengecup rutinitas tanpamu di pagi hari. Kalaupun ada, percakapan hanya untuk menyakiti. Tidak ada lagi lengan-lengan setia untuk setiap pelukan, yang direntangkan dengan senyuman untuk mengawali aktivitas yang selalu melahirkan rindu yang tak sudah-sudah. Tidak ada lagi dekap erat dariku yang selalu mengingatkan bahwa kau kuat dalam pekat sebab aku menemukanmu dalam gelap. Kalaupun ada, pelukan hanya kau berikan sebagai pengantar perpisahan.

Tidak mudah rasanya menjadi seorang yang menyimpan kenangan sedang kau tak pernah berpikir bahwa kita pernah ada dalam sebuah perjalanan. Aku ingin pulang ke rengkuhmu saat hati ini tidak baik-baik saja. Sebab selalu begitu saat pikiranku dilema, kau biarkan lengan-lengan setia menyambut lelah dan airmata. Dulu. Apa sekarang masih bisa? Bolehkah? Kau pernah berkata hidup haruslah terus bergerak, meski isi kepala riuh, meski hatimu runtuh. Kini, aku tidak tahu apa aku harus menurutimu, atau aku berbalik arah menujumu.

Tidak lagi tubuhmu menjadi sebuah perayaan ketika kalut. Tapi dari semuanya, yang paling kusesali adalah kenapa aku tidak bisa membencimu? Aku tidak ingin menjadikanmu analogi 'pernah' hampir berhasil. Aku masih berpikir kita memang benar pernah 'berhasil', aku hanya perlu bertahan sedikit lagi, mengejarmu lagi, dan menurunkan harga diriku sedikit lagi. Tidak mudah untukku menepis rasa nyaman meski hanya sekedar dari senyummu.

Aku memelukmu dalam pikiranku. Kemarin dan hari ini. Iya. Aku serindu itu. Bisakah kita bertemu? Hanya untuk memastikan rindu-rindu yang kemarin disampaikan, sudah kau terima menjelma senyummu. Jadi begini rasanya rindu tak berbalas. Mungkin saat kau balas rindu ini, semuanya sudah terlambat. Bukan tentangku, dirimu yang mungkin tidak sendiri lagi. Lalu kau baru menyadari rindu yang kusampaikan selama ini. Bukan kali pertama, aku memilih hati yang tak bisa kumiliki. Dan jauh di sana, ya, jarak yang ada sejauh hubungan kita yang mulai memudar, kau memilih untuk berpura-pura tidak tahu rindu yang kusampaikan-rasa yang kupendam. Kau biarkan aku mencintaimu sendiri.

Mungkin sikapku yang membuatmu menjauh. Mungkin dulu kau melayang jauh sedang aku tidak ingin terbang bersamamu. Mungkin cinta darimu sudah ada, namun aku masih ragu. Mungkin kau tidak cukup menunjukkan, sedang aku tidak mampu mengungkapkan. Entahlah, yang jelas sekarang aku merindukan kita, menginginkan kamu kembali. Aku tidak ingin melewatkanmu untuk kedua kalinya sebab aku percaya kita itu seharusnya ada.


Komentar