Aku Tahu Kok Caranya Mundur


Aku pernah membutakan diri perihal dirimu, apapun itu. Pernah pasrah dan menjadi airmata untukmu. Aku ingin mengenalmu lebih dari keras kepalamu, hingga ketika dunia melupakanmu, kau akan berlari ke arahku bertanya ke mana tujuanmu. Banyak hal yang ingin ku ketahui tentang dirimu sampai penuh ruas-ruas jemariku dengan ceritamu, sampai tak ada lagi waktu tentang diriku. Aku ingin tahu bagaimana suasana hatimu, makan siangmu, dan pekerjaanmu. Tidak perlu kau dengar kabarku, atau bagaimana aku berusaha mencari kesibukan untuk mengalihkan pikiran tentangmu. Tak satupun berhasil.

Cukup aku yang bertanya kepadamu, apa rahasiamu hingga begitu mudahnya pergi dariku kemudian menemukan yang baru. Jika kau ada waktu, mungkin kita bisa bertemu, bukan, bukan untuk memintamu kembali tapi sekedar berbagi bagaimana senyum itu hadir kembali. Bagiku, tidak ada kata selesai untuk apa-apa yang tidak terucapkan. Tapi kau tetaplah dirimu, akan selalu seperti itu. Aku pernah larut dalam gelap hanya untuk mendoakanmu, pernah menjadi seseorang yang kau sembunyikan   dan dinomor duakan, pernah menjadi tempat kau singgah, sekali lagi, tempat persinggahan di saat kau bosan dan lelah sehingga butuh teman bicara.

Aku ingin mengenalmu lebih jauh, memahami gengsimu, melihatmu tersesat dalam rutinitasmu, mengenal amarahmu ketika ada pekerjaan yang tidak berjalan sesuai keinginanmu. Aku ingin menjadi salah satu orang yang beruntung bisa menikmati sorot matamu ketika kau sedang memimpin sesuatu, menunjuk ini-itu sesuai perintahmu. Aku ingin merasakan sikap tegasmu, bukan mendengar kata terserah berkali-kali terlontar dari bibirmu. Aku ingin menjadi seseorang yang mengikutimu, bukan yang kau turuti keinginannya hanya untuk bahagia sejenak kemudian terabaikan. Sesekali, aku ingin bertingkah sepertimu, semaumu, meminta ini-itu tanpa pernah menegaskan sesuatu.

Coba sekali saja, bagaimana jika kita memutuskan untuk saling terbuka, tentang rasa yang diam-diam ku punya, tentang cinta yang kau sendiri tak punya. Bisa kau jelaskan sebaiknya aku menghindar atau melangkah mundur? Aku sudah berusaha semampuku, meluangkan waktu atau menghabiskan waktu. Entahlah. Yang jelas aku sudah berulang kali mengetuk pintu hatimu, menunggu, dan berkali-kali membuang harga diriku. Aku tidak apa-apa jika kau katakan aku sebaiknya mundur, aku tahu bagaimana caranya, tak perlu kau menghindar kemudian datang kembali seolah-olah hati ini kau yang ciptakan.

Kita sudah berakhir bahkan sebelum memulai. Dan memang kau tidak akan pernah memulai meski aku mencoba bertahan. Kita sampai dalam keterpisahan, tanpa ada pembicaraan atau penjelasan. Untuk apa? Sebab aku sudah bisa rasakan perbedaan pada caramu menatapku, caramu menggenggam tanganku, caramu memelukku, caramu bercerita dan bertutur kata, tidak ada aku lagi di situ. Mudah saja bagimu datang dan pergi sesuka hati, tapi maaf, kali ini aku memilih berhenti. Kabarku, keadaanku, airmataku, khawatirku, bukan lagi jadi hakmu. Tidak perlu kau tanyakan suatu hari nanti, meski sebenarnya masih banyak keinginanku perihal dirimu. Yang ingin kutegaskan di sini adalah aku tidak lagi menantimu.


Komentar