Untuk Kamu


Dek,
Apa kabar? Pertanyaan yang sama, apa kamu sudah menentukan akan kerja di mana? Sudah keluarkah hasil kerja kerasmu beberapa bulan yang lalu? Apakah sesuai target? Bagaimana kabar mamah, Dek? Sudah ada calon yang dikenalkan? Atau Mas harus ke sana sekarang? Hehe. Ini pertama kalinya Mas menulis untuk menjawab tulisanmu sebelumnya.

Mas tidak pernah bermaksud untuk membuatmu menunggu atau khawatir terhadap apa yang Mas lakukan. Memang benar, terkadang jarak membuat ruang gerak terbatas untuk bisa melihat senyum dan tawamu yang hangat, tapi percayalah Mas tidak pernah menginginkan kamu untuk pergi. Sungguh, sekalipun tidak pernah. Ketika Mas bilang ingin dekat dengan kamu, itu sejatinya benar. Atau ketika Mas bilang kamulah satu-satunya perempuan yang bisa membuat Mas grogi, itu juga benar. Bahkan entah kamu sadari atau tidak, Mas berpura-pura salah kirim pesan Whatsapp ke kamu untuk memulai obrolan karena sebenarnya Mas rindu tapi terlalu pengecut untuk mengatakannya.

Setelah sekian lama Mas berusaha mencari topik yang seru untuk kita bicarakan via Whatsapp, dan kemarin untuk pertama kalinya kamu merasa bosan dan menghubungi Mas, tidak perlu kamu tahu betapa bahagianya. Ketika kamu merasa kesepian dalam keramaian dan yang kamu ingat adalah Mas, itu semua sudah lebih dari cukup membuat Mas senang. Jujur saja, Mas salah tingkah sampai-sampai membalas chat kamu dengan kata-kata yang tidak jelas. Mungkin kamu menyadarinya, maafkan Dek.

Mas tidak mengerti apa yang membuatmu berfikir kalau Mas menginginkanmu untuk pergi. Ketika Mas memintamu untuk move on dan mencari yang lebih baik, itu karena Mas ingin kamu tidak lagi memeluk masa lalu, dan melihat Mas seperti yang kamu lakukan saat pertama kali kita bertemu. Mas suka dengan matamu, apalagi ketika kamu menatap Mas yang sedang berbicara. Tidak perlu Mas katakan setiap saat kalau Mas tetap menjagamu meski jauh. Pergerakanmu selalu aku pantau, Dek.

Terima kasih karena selalu berdoa agar kita dipertemukan kembali. Tapi jika itu terjadi, jangan pernah berfikir kalau pertemuan itu adalah pertemuan yang terakhir untuk kita. Bagaimanapun sibuknya kita nanti, Mas akan usahakan agar kita tetap bisa bertemu meskipun silaturahmi tetap terjaga melalui pesan singkat dan suara. Tentu saja jika rindu, bukankah harus bertemu? Begitu yang seringkali kamu katakan kepadaku. Tidak perlu mengkhawatirkan pekerjaan Mas di sini, karena Mas sayang kamu tentu Mas akan jaga kesehatan agar kelak bisa bertemu. Tidak perlu juga menerka-nerka bagaimana akhir dari kisah kita dengan mengkhawatirkan perbedaan yang ada.

Hal ini yang membuat Mas seringkali gemas denganmu, perbedaan itu sudah jelas, untuk apa kamu memikirkannya sampai menangis tengah malam karena toh tidak akan ada yang berubah. Bersyukur saja setiap saat karena kita masih bisa memandang langit yang sama. Mas ingin sekali membawamu ke dalam pelukan, mendengar celotehanmu lagi, tawa dan tingkah konyol darimu. Mas menyukai sifatmu yang ceria. Mas jadi teringat dengan muka ngambekmu yang lucu ketika Mas mengomeli kamu karena lupa bersyukur. Atau tawa kerasmu karena berhasil menggoda Mas. Jangan lakukan itu kepada laki-laki lain ya, Dek. Apalagi dengan sifat ramahmu yang terkadang  membuat Mas cemburu.

Oh ya, siapa perempuan yang kamu kira dekat dengan Mas? Semuanya juga dekat karena berteman, kita pun seperti itu. Kalau kamu fikir ada perempuan yang bertahta di hati Mas, ya Mas percaya itu adalah kamu. Semoga kamu juga merasakan hal yang sama. Satu lagi, permintaanmu untuk menjadikan kita asing tidak bisa Mas turuti. Tentu, Mas tidak perlu meminta maaf untuk hal ini, karena sampai kapanpun Mas tidak akan menganggapmu orang asing. Mas tidak menuruti permintaanmu, tidak juga meminta maaf. Bukankah Mas sudah kejam sesuai dengan permintaanmu to? ;)

Kalaupun pada akhirnya kita tidak bisa bersama, dan itu sudah pasti menurutmu, Mas tidak ingin berpisah dengan cara membuatmu pergi. Kita akan berpisah jika kamu memang benar-benar sudah siap untuk berpisah, tidak dalam artian menghilang dan melupakan. Berpisah dari perasaan yang sama-sama kita rasakan namun kita pendam karena kita sudah terlanjur nyaman dengan keadaan sekarang, bukan begitu? Mungkin lebih tepatnya, mengikhlaskan ketetapanNya, yang bermula dari 'teman' dekat menjadi teman 'dekat'. Haha Mas tidak tahu apa bedanya karena kita berdua sama-sama naif, Dek.

Itu saja dari Mas, tetap jaga kesehatan dan silaturahmi kita berdua. Selebihnya, ucapan terima kasih dari Mas sama seperti yang kamu sampaikan pada tulisanmu sebelumnya. Mungkin sedikit tambahan, tolong sampaikan ucapan terima kasih kepada ayah dan mamah karena melahirkan kamu, seorang perempuan yang baik hati, ramah-tamah, dan tidak sombong apalagi dengan sifatmu yang cuek dan tidak peka ;3 dan yang terpenting, sudah mengizinkan Mas menjadi bagian dari kehidupan anak gadisnya.


Juga di sebuah kota, 
di tengah-tengah break kerja,
dan merindukanmu.


Komentar