Pukul 3 Pagi
Hujan terjepit dalam
tangan cenayang
Lampu kota melumat
gerimis, tiang listrik tergelitik
Tetes - tetes air
dari parka - parka yang basah
Tak jua memberi
jejak untuk langkah yang tersesat
Kebetulan tak
sepaham dengan cinta yang semestinya
Adakah ruang di
antara ruas jemari
Yang tak pernah
tersentuh oleh kepala
Kian hari kian
mengeras
Sembunyi hanya untuk
nama
Bayangan di balik
hitam, putih, garis, dan angin
Purnama tak akan
sempat menangkap
Nada - nada yang
berlarian dalam doa
Merah padam, malu -
malu dalam rayu - merayu
Pagi masih setengah
tidur,
Membabi - buta,
membutakan yang seharusnya
Selangkah belum juga
menua
Seikat senyum untuk
dua pasang kelopak mata
Tanpa sadar racun
terus mengalir di balik saku
Diam - diam membunuh
yang tercipta dari diam -diam
Mengikis segala yang
terlarang
Segan pula mencicipi
pesonanya, adakah racun yang tertuang hingga kapan saja bisa mati?
Telanjang atau
tenggelam, dalam keadaan terikat oleh tatapan mata yang terputus - putus itu.
Barisan gigi yang
rapi,
Tak pula tertutupi
topi beludru coklat
Justru kehangatan
mengendap di jemari sang pemilik senyum malu - malu
Yang sedari tadi
sibuk mencuri - mencari tatapan yang terputus - putus
Kemudian indah yang
lain didapat
Kerutan di ujung
mata yang tercipta ketika gerakan lain
Mengalirkan hangat
yang sama,
Sebuah senyuman
Untuk tangan yang
kini berada di sakunya
Melangkah
meninggalkan pagi yang tak sengaja menyaksikan
Melangkah
meninggalkan dunia yang ribut dengan cinta tak semestinya.
Komentar
Posting Komentar