selamat ulang tahun (3)
Betapapun aku
mengerti ada gema yang begitu ringkih untuk lelah yang kau tahan. Tatapan cemas
yang lahir dari tawamu yang terkadang mencipta sungai di mataku pelan - pelan.
Jika katamu dingin dan panas menenangkan, lalu ada rasa bersalah yang lebih
besar dari segumpal tangan ketika anak perempuanmu demam dan kau beri pelukan.
Kau paling tahu musim mana yang harus kami lewatkan, kerikil mana yang harus
kami bawa pulang, dan duri mana yang sebaiknya kami biarkan tertelan. Untuk
jarum jam yang terus berputar ulang, ada banyak celotehan kita yang kerap kita
tinggalkan dalam toples - toples di atas meja makan. Doaku untukmu tak pernah
tumbuh besar melebihi doamu untuk anak - anakmu, begitu panjang melebihi
lintasan dari bumi ke bulan.
Pada rahimmu yang
paling ibu, ada sejuta doa yang kau panjatkan membuka akar pikiran bahwasanya
menjadi kuat bukan hanya sekedar bisa mematahkan lengan. Pada senyumanmu yang
bisu, kau mengajariku untuk menjadi yang paling mengerti pada hati dan
pikiranku sendiri bahkan ketika lidahku
menjadi lugu di segala penjuru dunia yang lahir dari muntahan persepsi -
persepsi manusia. Pada pikiranmu yang tak pernah buntu, ingin rasanya aku
menjadi gincu bibirmu agar ku tahu bagaimana terik melumatmu demi sepotong
daging dan madu untuk anakmu. Ingin kusuguhi banyak angka untuk mengganti usia
lebih muda agar kau hidup lebih lama.
Ibu, ibu, ibu,
bisakah kau berhenti sejenak, mengistirahatkan kakimu yang lincah terbiasa
menempa semesta, agar anakmu bisa mengenal desah lelah yang kerap kau dustakan.
Sudah banyak teman mengenalku sebagai sosok yang ceria, bahkan di antaranya
bertanya bagaimana aku bisa terus bahagia hingga kerap melupa satu hal yang
harus ku lakukan; bersedih. Aku hanya diam, atau terkadang kembali tertawa
adalah jawaban. Meski sebenarnya dengan bangga, dalam hati aku berteriak:
"ibukulah yang mengajarkan demikian!"
Hormat
saya,
Perempuan
yang bangga lahir dari rahimmu
Komentar
Posting Komentar