BERJALAN BERSAMA MEREKA
Sembari
menunggu senja yang pelan-pelan masuk ke dalam semesta, sebelum akhirnya malam
datang bersama kesunyian diam-diam menggelitik manusia dengan mimpi bahagia.
Saya menulis. Setelah seharian diguyur terik, menjejali Jakarta dengan hangat
yang berlebih dan jalanan yang lupa untuk sepi. Saya menulis. Setiap yang bernyawa sudah seharusnya bahagia, dan
setiap bahagia sudah seharusnya kau bagi secara cuma-cuma. Saya menulis
tentang mereka, orang-orang hebat yang setiap hari, jam, menit, dan detiknya
memberikan kebahagiaan untuk dikonsumsi secara sukarela.
Ya,
mereka, seperti yang kau lihat adalah orang-orang yang tak pernah puas bahagia,
dan saya adalah salah satu orang yang paling beruntung bisa menikmati cinta
mereka tanpa harus mengantre lama, mengeluarkan berlembar-lembar angka untuk
mendapatkan secarik kertas tipis sebagai syarat menonton pertunjukkan pantomim
tertawa. Mereka adalah teman dengan segala maknanya. Teman dengan tingkatan
bersyukur yang jauh tinggi melebihi saya.
Para raksasa yang berhasil membuat segala keterbatasan tampak seperti
pecundang. Teman yang tetap berdiri kokoh di atas kaki sendiri ketika dunia
justru kebingungan mencari jati diri.
Orang-orang
ini adalah keluarga kedua buat saya. Alasan paling jahat yang membuat saya
harus kembali sejauh apapun saya pergi. Keluarga yang entah terpaksa atau
tidak, menerima segala keanehan yang saya punya untuk kemudian dilempari mereka
dengan cinta. Mereka adalah alasan saya tidak bisa hilang, selama pesta airmata
dan tawa mereka masih menjadi atmosfer di mana saya berpijak, sejauh apapun,
pasti akan membawa saya pulang.
Jangan tanya
bagaimana mimpi-mimpi mereka, untuk sampai ke tahap ini, kaki-kaki mereka telah
tergerus oleh perjalanan yang tak mudah. Melewati hal-hal yang kerap tak masuk
akal, segala yang janggal dan berhasil mereka penggal. Saya kagum melihat
betapa besarnya kantong kerja keras dan doa yang mereka punya, sedang saya di
belakang terhuyung-huyung hanya karena membawa segenggam kesempatan yang tak
pernah saya gunakan. Namun bagaimanapun saya tertinggal di barisan belakang,
mereka tetap menunggu bahkan kembali untuk menarik saya menuju garis
"keinginan" yang lama diidamkan. Mereka bilang jelek untuk yang
cantik dan mereka juga bilang cantik untuk yang jelek. Semuanya mereka lakukan
untuk membuat siapapun tetap rendah hati, agar logika tak lupa berotasi.
Lihat bagaimana mereka tersenyum,
bagaimana mereka merangkul erat,
Bagaimana mereka saling memberi saran, bercerita,
mencipta kebersamaan,
Jika kau
pikir mereka aneh, Ya, mereka memang aneh. Dan hal-hal aneh yang mereka punya
membuat saya tidak bisa meninggalkan mereka. Jangan membuat saya hampa, dengan
menyadari bahwa kalian bukan lagi apa adanya. Tetaplah menjadi teman dan
keluarga dengan pijakan yang jati, hati yang membumi, dan isi kepala yang
selalu dipenuhi mimpi. Segala hal aneh dan konyol yang kalian lakukan akan
menjadi serbuk-serbuk kenangan tersendiri, suatu saat akan saya seduh dalam
cangkir kesayangan, menemani saya menikmati senja tua hingga saya dipanggil
eyang, nanti.
Komentar
Posting Komentar