Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Hello Goodbye

Gambar
Aku, kamu, dan dia. Tidak apa-apa. Kita semua baik-baik saja. Kalau ada apa-apa, berarti dari kita saja yang mengada-ada. Atau kalau readers gak suka, kalian saja yang terlalu perasa. Santai saja, ini cuma cerita belaka. Kalaupun ada kesamaan, mungkin penulisnya tidak sengaja. Masih tentang cinta-cintaan yang ditulis oleh seorang perempuan yang belum pernah pacaran. Seriusan? Bercanda. Jadi bercanda nih? Beneran juga gapapa. Err jadi bener apa bercanda sih? Beneran bercanda. Auk ah. Halo kamu! Iya kamu. Kamu yang di sana, yang tinggal di tengah-tengah pulau Jawa, yang hilang begitu saja, yang datang dan pergi secara suka-suka, yang meninggalkan tanya, yang memberi luka, dan yang diam-diam aku suka. Kamu yang beberapa bulan terakhir dengan sotoy nya aku sebut sebagai gebetan, padahal kamu seringkali tanpa kabar, kadang-kadang terdengar kabar, besok kasih kabar, lusa hilang lagi. Kamu yang perhatian, selalu cha t duluan, seringkali buat aku tenang, sukanya tany

Semoga Tulisan Ini Terbaca Olehmu

Gambar
Aku masih di sini, jika kau kembali. Masih perempuan biasa yang bodoh menunggumu, berharap kau masih laki-laki yang penuh cinta. Laki-laki yang mampu membuatku tertawa di saat aku patah hati berkali-kali dan terluka. Aku masih di sini, jika kau kembali. Duduk di kursi kita, yang dulu hangat kini mulai renta dimakan senja. Setiap hari mengulang memori pada tiap foto yang banyak menampung cerita. Aku masih di sini, jika kau kembali. Sibuk berprasangka kau sedang apa, dengan siapa. Berpura-pura bahagia, semua baik-baik saja, dan berjalan sempurna. Mungkin kau di sana sedang sibuk berjuang apa saja, memperjuangkan siapa saja. Bukan aku, bisa jadi dia. Entah dia siapa yang ku bentuk sebagai rasa takut kehilanganmu. Mungkin kau di sana sedang menggandeng tangannya. Bukan kewajibanmu harus kembali, menjelaskan semuanya kemudian merangkulku. Yang sebenarnya terjadi adalah kau tidak tahu aku menunggumu. Suka-suka dirimu mau memeluk siapa, pergi diam-diam atau bersuara. Tidak sepantasny

Bertemu Untuk Berpisah

Gambar
taken by: Nyoman Suarningrat Bodoh. Bertemu kemudian berpisah. Untuk apa? Berpisah tapi masih merasakan saling. Untuk apa? Memang. Tidak pernah ada kita. Tidak. Pernah. Jika ada yang menyebut aku dan kamu adalah kita, sudah pasti bukan kita. Hanya orang-orang yang berprasangka, kemudian dengan egois aku dan kamu mengamininya. Sebenarnya, banyak kesempatan untuk kita bisa bertemu. Tapi kau tahu, Tuhan Maha Bercanda, banyak pula kesempatan yang membuat kita tidak bisa bertemu. Kita hampir putus asa dengan keadaan. Aku di mana, kau ke mana. Kau sedang apa, aku bersama siapa. Aku bisa, kau kesulitan. Aku dan kamu tujuannya sama, tapi semesta yang tidak suka. Begitu terus sampai berhari-hari kita diam tanpa kabar. Jenuh dengan kata-kata yang itu-itu saja, bosan dengan janji-janji siapa. Tapi aku masihlah perempuan biasa, yang begitu perasa dan tidak tega membiarkanmu pergi diantar senja sendirian. Tidak seperti perpisahan sebelumnya, di mana kau membiarkanku menunggu diri

Selalu Bersamamu

Beberapa minggu terakhir aku seperti menarik diri entah karena apa. Dada begitu sesak, kepala tidak henti-hentinya bersuara, sedang bibir tanpa sepatah katapun. Aku tidak mengerti, mengapa aku begitu keras kepala tidak mau berbicara kepada siapa saja selain Dia yang mau menangkap doa. Begitu keraskah semesta sampai aku hanya mampu berpura-pura tertawa di depan mereka. Aku ingin membenci mereka yang bisa menangis ketika kesal, tidak hanya diam ketika marah. Aku kewalahan menuruti keinginan diri tanpa kutahu kemana ego membawaku pergi. Aku ingin tenggelam dalam keramaian, mengalihkan pesta di dalam badan sebab seringkali kepalaku menyumpahi diri sendiri. Di lain waktu aku ingin menyepi, mendapati diriku mencari kepastian hati, pada ucapan terbata-bata di depan lelah dan airmata. Kapan terakhir kali aku berdamai dengan diri sendiri? Entahlah. Mungkin ini saatnya aku menyapa seseorang dalam diriku, perempuan kecil yang sudah lama kutinggalkan, karena dia adalah siapa-siapa ketika aku